Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kementerian Pariwisata, I Gde Pitana mengatakan 12.023.971 wisatawan mancanegara (wisman) mengunjungi Indonesia sepanjang tahun 2016.
Data tersebut didapatkan dari penggunaan metode pencatatan Badan Pusat Statistik Pusat (BPS) dan penggunaan metode Mobile Positioning Data (MPD).
"Kita tetap menggunakan data BPS tapi lihat di Berita Resmi Statistik-nya. Jelas-jelas di sana dikatakan, belum dimasukkan empat persen. BPS mengatakan, 11,52 juta itu belum memasukkan empat persen. Sebenarnya 4,2 persen ya. Jadi tidak ada perbedaan antara saya (Kementerian Pariwisata) dan BPS," kata Pitana seusai Jumpa Pers di Kantor (BPS) Jakarta, Kamis (16/2/2017).
Adapun BPS mencatat kunjungan wisman sepanjang 2016 sebanyak 11.519.275 orang. Data 4,2 persen yang dimaksud Pitana sebanyak 504.696 orang. Data itu adalah peningkatan akurasi data yang didapatkan dengan metode MPD.
"Artinya BPS tak keberatan memasukkan data yang empat persen itu. Cuma karena aturan tidak memungkinkan. Jadi jelas-jelas ada aturan BPS tidak memiliki tugas backcasting dan forecasting. Meramal masa depan BPS gak boleh. Jadi tidak ada mengada-ada, tidak disembunyikan, tidak dikarang-karang. BPS sudah mencatat angka empat persen ini, 504.906 orang," jelasnya.
Pitana mengatakan metode MPD mulai digunakan BPS secara resmi mulai bulan Oktober 2016. Penggunaan metode itu, menurut Pitana, telah disetujui oleh Forum Masyarakat Statistik (FMS).
"BPS sebenarnya sudah setuju dengan ekstrapolasi Januari-September 2016 sebesar 504 ribu (4,2 persen) itu, dan sudah dipresentasikan di depan Forum Masyarakat Statistik (FMS) pada tanggal 8 Februari 2017. Hanya saja FMS belum merekomendasi angka 504 ribu itu untuk dimasukkan. Tetapi BPS maupun FMS mempersilakan Kemenpar menggunakan angka riil 12,023 juta itu untuk kepentingan pariwisata," tambah Pitana dalam siaran pers Kemenpar pada hari yang sama.
Pitana menyebut target kunjungan wisman sebanyak 12 juta pada tahun 2016 tercapai. Hal itu berdasarkan pencapaian wisman dengan metode pencatatan BPS dan MPD di perbatasan Indonesia.
Adapun penggunaan MPD digunakan pada 19 kabupaten yang tak memiliki Pos Lintas Batas dan Tempat Pemeriksaan Imigrasi.
Kabupaten tersebut adalah Natuna (Kepulauan Riau), Sanggau (Kalimantan Barat), Malaka (Nusantara), Bengkayang (Kalimantan Barat), Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), Kepulauan Anambas (Kepulauan Riau), Pelalawan (Riau), Kupang (Nusantara), Rokan Hilir (Riau), Indragiri Hilir (Riau).Berikutnya Kabupaten Sintang (Kalimantan Barat), Kepulauan Talaud (Sulawesi Utara), Lingga (Kepulauan Riau), Malinau (Kalimantan Utara), Boven Digul (Papua), Mahakam Ulu (Kalimantan Timur), Keerom (Papua), Kepulauan Sangihe (Sulawesi Utara), dan Pegunungan Bintang (Papua).
Kepala BPS, Kecuk Suharyanto mengakui survei di perbatasan Indonesia belum maksimal. Oleh karena itu, lanjutnya, BPS menggunakan data roaming untuk meningkatkan akurasi data wisman.
"Yang perlu di-highlight mulai bulan Oktober 2016, BPS kerja sama dengan Kementerian Pariwisata menggunakan data roaming. Ini digunakan di tempat Pos Lintas Batas yang tidak punya tempat pencatatan imigrasi," kata Suharyanto.
Hal itu, menurut Suharyanto, lantaran kondisi geografis Indonesia yang berbentuk kepulauan dan prasarana yang belum memadai untuk memantau pergerakan manusia di wilayah perbatasan. Data roaming digunakan untuk meningkatkan akurasi pencatatan data kunjungan wisman mulai bulan Oktober.
Kimberly Ryder Klarifikasi soal Lemari Plastik yang Jadi Omongan Netizen, Ada Sejarah Miris di Baliknya
Source | : | grid.id |
Penulis | : | |
Editor | : | Editor |