Grid.ID Kejahatan seksual mulai dari pelecehan hingga pemerkosaan terhadap perempuan bukan perkara ringan.
Sangat berat malah, sebab korban terancam dari semua sisi, masa depan yang hancur, trauma berkepanjangan, nama baik yang tercemar, dan terasing dari kehidupan sosial.
Terutama jika korbannya anak-anak, pemulihan akan menghadapi proses yang begitu panjang.
Namun syukurlah, Presiden Joko Widodo pada 16 Oktober 2017 telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 43 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Restitusi Bagi Anak Yang Menjadi Korban Tindak Pidana.
Baca Juga : Nicky Tirta Bantah Disebut Perceraiannya karena Kekerasan Seksual
Dalam PP ini disebutkan, restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materiil dan/atau immateriil yang diderita korban atau ahli warisnya.
Sedangkan pengertian “anak” adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Menurut PP ini, setiap anak yang menjadi korban tindak pidana berhak memperoleh restitusi.
Anak yang menjadi korban tindak pidana sebagaimana dimaksud meliputi: a. Anak yang berhadapan dengan hukum, b. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual, c. Anak yang menjadi korban pornografi, d. Anak korban penculikan, penjualan, dan/atau perdagangan, e. Anak korban kekerasan fisik dan/atau psikis, dan f. Anak korban kejahatan seksual.
Baca Juga : International Women's Day: Kekerasan Seksual pada Wanita Bisa Jadi Masalah Penyebab Utama Disabilitas
Lalu bagaimana dengan korban kekerasan atau kejahatan seksual yanng bukan anak-anak alias mereka yang usianya di atas 18 tahun?
Undang-undang yang secara spesfik mengatur hal ini sejauh penelusuran kami belum ada.
Penulis | : | Dianita Anggraeni |
Editor | : | Dianita Anggraeni |