Laporan Wartawan Grid.ID, Dinda Tiara Alfianti
Grid.ID - Tepat pada tanggal 8 Maret, perempuan di seluruh dunia beramai-ramai memperingati Hari Perempuan Internasional dengan menggelar berbagai acara.
Salah satu acara yang menarik digelar oleh koalisi perempuan penyandang disabilitas di Jakarta dengan sebuah festival, pada Kamis (08/03) di Plaza Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki.
Acara diskusi publik dengan tema "Posisi Perempuan Disabilitas di Mata Hukum : Hak dan Kapasitas", menjadi rangkaian utama dalam acara ini.
(Selamat Hari Perempuan Internasional! Inilah 4 Sosok Inspiratif Perempuan Muda di Indonesia)
Diskusi publik ini digelar untuk membahas berbagai masalah yang dialami oleh perempuan disabilitas yang selama ini luput dari perhatian masyarakat termasuk para aktivis perempuan dan HAm, terutama masalah diskriminasi, ketiadaan akses, dan kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual.
"Untuk mengatasi hal ini, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak ingin menggalakan pengarustamaan gender, yang bukan hanya dilakukan oleh Kementrian Pusat tapi juga di daerah," ungkap Siti Mardiah, selaku Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dalam Keadaan Darurat Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yang ditemui Grid.ID dalam acara Diskusi Publik ‘Posisi Perempuan Disabilitas di Mata Hukum : Hak dan Kapasitas’, Kamis (08/03), di Plaza Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki.
Siti Mardiah juga menjelaskan bahwa terdapat 4 hak perempuan disabilitas di Indonesia yang dilindungi oleh undang-undang, dan harus menjadi komitmen pemerintah dan masyarakat untuk sama-sama mengakomodir hak-hak untuk perempuan, khususnya penyandang disabilitas.
"Ada 4 hak perempuan disabilitas yang dilindungi oleh undang-undang, diantaranya hak untuk hidup, hak untuk berekspresi, hak mendapatkan kesehatan dan pendidikan, serta hak berwarganegara," jelasnya.
Dan, yang paling penting dalah hak dalam kesehatan reproduksi untuk menerima maupun menolak pemakaian alat kontrasepsi pada perempuan penyandang disabilitas.
"Karena seringkali para perempuan disabilitas dipaksa untuk pemasangan alat kontrasepsi, karena stigma masyarakat menganggap ini adalah aib keluarga dan takut kalau anak para perempuan disabilitasi lahir dan cacat nantinya," kata Siti Mardiah.
Dengan digelarnya diskusi ini, para perempuan disabilitas berharap dapat mendapatkan hak yang sama seperti para perempuan lainnya dalam berbagai kegiatan pembangunan Indonesia. (*)
Berjuang Halalin Pacar di Jepang dan Sudah Dilamar, Pria Wonogiri Berujung Ditinggal Nikah: Tak Kusangka
Penulis | : | Ridho Nugroho |
Editor | : | Ridho Nugroho |