"Kami sangat menghormati privasi pengguna, ini mendarah daging dalam prinsip kerja kami. WhatsApp dirancang untuk mengetahui sangat sedikit informasi tentang penggunanya" - Jan Koum
Grid.ID - Bagi Jan Koum, pendiri aplikasi WhatsApp, menjaga privasi saat berkomunikasi merupakan hal yang penting dan prinsipil.
Pengalamannya tumbuh di Uni Soviet tahun 1980-an, menempa kesensitifan Jan Koum menyoal kebebasan berpendapat.
Koum lantas bertekad melindungi data pribadi para pengguna layanan pesan di perusahaannya.
Prinsip yang kukuh ia garisbawahi saat akhirnya mengizinkan Facebook mengakuisisi WhatsApp, 2014 silam.
Sebuah Pameran Mengungkap Kisah Anne Frank dan Sahabat Pena-nya di Amerika Serikat
"Kami sangat menghormati privasi pengguna, ini mendarah daging dalam prinsip kerja kami. WhatsApp dirancang untuk mengetahui sangat sedikit informasi tentang penggunanya," tulis Jan Koum dalam blog pribadinya sesaat menjual WhatsApp pada Facebook.
Dibeli Facebook seharga $ 19 Miliar, Jan sadar ada banyak kepentingan yang akan ia hadapi.
Namun prinsipnya menjaga privasi pengguna tak lantas kendur.
"Kami sadar ketika bermitra dengan Facebook, kami harus merubah prinsip dasar kami soal privasi namun hal itu tak akan merubah apapun, kami akan tetap mempertahankan prinsip kami," tegas Jan Koum.
Kini, alih-alih mempertahankan cita-citanya menjaga privasi pengguna, di tengah huru-hara kebocoran data pengguna Facebook, Jan Koum memilih hengkang.
Senin, (30/4/2018) Jan Koum -- yang juga tercatat sebagai dewan direksi Facebook, menulis pernyataan resmi pengunduran dirinya.
Dalam jejaring sosial pribadinya ia menulis, "Sudah waktunya bagi saya untuk pergi."
Berdasarkan pengakuan seorang eksekutif Facebook -- yang ingin dirahasiakan namanya -- Jan Koum mengaku gelisah dengan kebijakan Facebook menyikapi data pengunanya dalam beberapa tahun terakhir.
Jan Koum cukup terganggu dengan begitu banyak dan vulgarnya informasi yang dapat diperoleh Facebook ketika secara bersamaan banyak orang menuntut perlindungan data pribadi pengguna secara lebih ketat.
Khawatir berkepanjangan, sejak akhir tahun 2017, Koum mengambil ancang-ancang segera hengkang.
Keluarnya Koum merupakan pukulan telak bagi Facebook paska mengalami guncangan hebat dalam beberapa bulan terakhir.
Jauh sebelum kasus Cambridge Analytica menerpa Facebook bak badai tak berkesudahan, Facebook mendapatkan pengawasan ketat paska agen-agen Rusia terbukti memanfaatkan Facebook guna melanggengkan kekuasan Vladimir Putin pada pemilu presiden 2016.
Lantas awal 2018 ini Facebook terbuti mengulangi kesalahan yang sama sebab teledor mengawasi keamanan data penggunanya.
87 juta data pengguna Facebook digunakan secara ilegal oleh konsultan politik Donald Trump, Cambridge Analytica.
Disinyalir kebocoran data ini jadi kunci kemenangan Donald Trump.
Kontroversi menyoal penanganan data pengguna ini membuat jajaran eksekutif Facebook terbelah sikap.
Menyikapi itu, Facebook melakukan perombakan besar-besaran pada jajaran eksekutifnya.
WhatsApp yang melawan arus
Seperti diketahui, sirkulasi keuangan Facebook bergantung pada seberapa lama penggunanya menghabiskan waktu menggunakan aplikasi jejaring pertemanan itu.
Facebook lantas memetakan iklan-iklan yang masuk berdasarkan minat para penggunanya.
Lain halnya dengan WhatsApp yang tidak memiliki iklan di layanannya.
Hal ini dilatari, Jan Koum tak menginginkan sama sekali adanya iklan di WhatsApp.
Prinsipnya lantas berbenturan dengan dewan direksi Facebook.
Jan menuai banyak tekanan menyoal iklan, dan ini disinyalir jadi salah satu faktor yang mendorongnya hengkang.
Meski nir iklan, perkembangan pesat WhatsApp dengan miliaran pengguna menarik cukup banyak informasi penggunanya bagi Facebook.
Berdasarkan pengakuan seorang petinggi Facebook, Jan Koum menghadapi tekanan dewan sepanjang tahun 2017 yang inginkan keberadaan iklan pada WhatsApp.
WhatsApp yang semula berupa layanan jejaring chatting seiring perkembangannya, kian besar hingga menjadi layanan pesan gratis macam Verizon dan AT&T.
WhatsApp menjadi begitu populer di negara-negara dengan layanan sms yang begitu mahal sementara jejaring sosial seperti Facebook tidak digunakan sebagai layanan jasa pengirim pesan sehari-hari, Indonesia misalnya.
Pada Februari 2014, WhatsApp tercatat memiliki 450 juta pengguna dengan 50 karyawan.
Pada medio 2016, Jan Koum dan timnya melengkapi WhatsApp dengan fitur enkripsi end-to-end di bermacam layanannya.
Sistem ini tidak mengizinkan siapapun termasuk karyawan WhatsApp sendiri melihat pesan, penggilan telepon, foto dan video yang dikirim penggunanya melalui WhatsApp.
Sistem enkripsi end-to-end bahkan tak mengizinkan pengadilan untuk melacak informasi pribadi pengguna mereka.
Meskipun diakuisisi Facebook, WhatsApp tetap beroperasi secara independen.
Mereka tetap mempertahankan jumlah stafnya yang kecil di Mountain View, California.
Jan Koum terlalu lelah
Kepergian Jan Koum, menyusul partner kerjanya yang turut mendirikan WhatsApp, Brian Acton.
Sementara itu, bagi pegawai WhatsApp, kepergian Koum merupakan pukulan yang berat.
Prinsip Jan Koum dalam menjaga privasi pengguna telah mendarah daging bagi 50 pegawainya di WhatsApp.
Menjaga privasi pengguna pada titik tertentu menjelma kebanggaan bagi keluarga kecil ini.
Wajar, geger terjadi paska sang nahkoda, Jan Koum memutuskan meninggalkan kapal beserta awaknya di WhatsApp.
Paska kepergian Koum, banyak pihak yang bertanya-tanya apakah Facebook akan melacak data pribadi pengguna WhatsApp dan memasang iklan di dalamnya.
Sementara itu, Mark Zuckerberg menulis pada kolom komentar di postingan perpisahan Jan Koum, betapa ia akan merindukan momen-momen bekerja bersama Koum.
"Saya berterima kasih atas semua yang anda lakukan untuk menghubungkan dunia. Saya juga berterima kasih atas semua hal yang anda ajarkan pada saya, tentang enkripsi dan cara bekerja dalam sebuah tim. Prinsip-prinsip anda akan selalu jadi jantung WhatsApp," tulis Zuckerberg. (*)
Nyesek, Abidzar Ternyata Sempat Jedotin Kepalanya ke Tembok Usai Tahu Uje Meninggal, Umi Pipik: Dia Nyalahin Dirinya
Source | : | nypost.com |
Penulis | : | Aditya Prasanda |
Editor | : | Aditya Prasanda |