Grid.ID - Kerusuhan memang tengah terjadi di Palestina.
Jelas kehidupan di sana tidak semudah di negara kita meski saat ini sedang dihantui ketakutan akan teror bom bunuh diri.
Begitu juga dengan kehidupan penduduk Korea Utara.
Negara tertutup itu terkenal karena sosok pemimpinnya yang dikenal diktator dan sering membuat kebijakan-kebijakan yang aneh.
Hampir tidak ada media yang bisa menyoroti kehidupan sehari-hari yang terjadi di negara Kim Jong Un itu.
Tapi, tahukah kamu jika ternyata ada satu lagi negara yang membutuhkan keberanian dan perjuangan hanya untuk sekedar hidup tenang dan normal?
Gigih dan pantang menyerah, adalah satu hal mutlak yang harus dimiliki banyak orang di Georgia.
Terutama, mereka yang hidup di sepanjang perbatasan Ossetia Selatan dan Abkhazia.
Ini merupakan wilayah separatis yang didukung Rusia dan pernah diperintah oleh Georgia.
Pada 1990-an, daerah-daerah telah mendeklarasikan kemerdekannya dan berselisih selama beberapa dekade.
Selama Perang Rusia-Georgia pada tahun 2008, pasukan Rusia menyerbu wilayah Georgia dan memindahkan batas administratif mereka.
BACA JUGA Sempat Dijadikan Budak ISIS, 3 Wanita Ini Memiliki Kisah Memilukan
Meski perbatasan saat ini tidak diakui oleh sebagian besar dunia, mereka tetap memiliki efek nyata dan serius pada orang-orang yang tinggal di daerah tersebut.
Perubahan itu menyebabkan kekacauan bagi anggota masyarakat yang menemukan dirinya, sekolah dan tempat-tempat bisnisnya secara tak terduga di bawah pendudukan Rusia.
Seorang fotografer asal Georgia, Daro Sulakauri telah menghabiskan waktu hampir 10 tahun untuk mendokumentasikan wilayah yang bergejolak ini.
Sebagai seorang anak Georgia pada tahun 90-an, Daro ia mengatakan ketegangan dengan negara tetangganya merupakan bagian yang paling melekat dalam kehidupan sehari-harinya.
"Kalian tidak akan pernah tahu seberapa aman diri kalian", ungkap Daro.
BACA JUGA Saddam al-Jamal, Otak Kejam Eksekutor ISIS yang Pernah Bakar Korbannya Hidup-hidup
"Saya merasakan ini ketika saya berkeliling mengunjungi desa-desa di perbatasan. Tidak ada orang di sekitar saya. Jika berteriak, sudah tentu tidak akan ada yang mendengar teriakan itu", tandasnya.
Terkadang, ada kawat berduri yang melingkari lempengan beton.
Banyak juga garis-garis perbatasan yang tidak terlihat secara jelas.
Hal itu membuat para warga Georgia harus siap menghadapi denda, penangkapan atau penahanan.
"Ada juga banyak kasus di mana petani harus kehilangan sapinya karena mereka berkeliaran di wilayah kependudukan Rusia", tambahnya.
Sapi-sapi itu kemudian tidak pernah kembali ke tangan warga Georgia.
BACA JUGA 4 Hal Tentang Dabiq, Majalah Propaganda ISIS dengan Desain Stylish
Ini kemudian akan menjadi masalah besar karena pendapatan mereka berasal dari sapi-sapi itu.
Hilangnya ternak adalah salah satu konsekuensi yang harus dihadapi warga Georgia.
Selain itu, mereka juga harus siap kehilangan pendidikan dan menghadapi kemiskinan.
Anak laki-laki juga harus siap berdiri di pengadilan sepulang sekolah di wilayah Tserovani.
Ketahanan dan optimisme yang hangat adalah garis hidup penduduk desa ini.
BACA JUGA Lewat Situs-situs ini Teroris dan ISIS Lancarkan Propagandanya
Daro juga sangat merasakan hal ini pada anak-anak.
Menurut Daro, anak-anak di sana terlihat sangat polos tetapi di sisi lain mereka juga dewasa karena apa yang telah mereka lalui.
Seorang gadis berusia sembilan tahun yang bernama Nana dipaksa pindah sekolah karena ke luar pos pemeriksaan pada tahun 2017.
Nana kini merindukan teman-teman lamanya namun ia menemukan kegembiraan lain dengan menari.
"Anak itu sangat dewasa. Ketika mengetahui keluarganya tidak punya uang untuk membeli makanan, Nana memutuskan untuk menari agar mendapatkan uang", kata Daro.
Source | : | national geographic |
Penulis | : | Septiyanti Dwi Cahyani |
Editor | : | Septiyanti Dwi Cahyani |