Grid.ID - Bukan isapan jempol semata jika pada era 1960-an militer Indonesia terkuat di belahan bumi selatan.
Saat itu belum ada yang mampu menandinginya, bahkan militer negara sekelas Australia sekalipun.
Deretan alat utama sistem persenjataan (alutsista) lansiran Uni Soviet yang berjibun banyaknya membuat 'nyali' Republik makin tinggi untuk melawan negara barat.
Contohnya saat Indonesia harus bersitegang merebut kembali Irian Barat dari Belanda dalam Operasi Trikora.
BACA : Kisah Indonesia Berusaha Buat Bom Nuklir Untuk Hadapi Ancaman Asing
Dari deretan alutsista itu, tentunya yang paling menggetarkan ialah kapal selam Whiskey Class AL Indonesia dan Pembom Strategis Jarak Jauh Tupolev Tu-16 Badger AURI yang punya kemampuan Nuclear Capable.
Nuclear Capable dapat diartikan Tu-16 mampu menggotong bom nuklir dan menjatuhkannya di sasaran yang dituju layaknya kemampuan B-29 Superfortress milik Amerika ketika melalap Hiroshima dan Nagasaki dengan bom atom tahun 1945.
Akan tetapi pesawat sudah punya namun bomnya tidak.
Tahu akan pentingnya kegunaan nuklir, maka Presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno kemudian membuat kerjasama pengayaan uranium dengan Amerika Serikat (AS) tahun 1960.
AS setuju membantu dalam hal pengayaan uranium, karena awalnya Indonesia hanya ingin menggunakan nuklirnya untuk tujuan damai.
BACA : Ini Jangka Waktu yang Diperbolehkan Menyimpan Daging Kurban Menurut Anjuran Nabi
Tapi ditengah jalan kerjasama itu terganggu lantaran matinya John F Kennedy yang dikenal akrab dengan Soekarno.
Source | : | nonproliferation.org |
Penulis | : | Seto Ajinugroho |
Editor | : | Seto Ajinugroho |