Laporan wartawan Grid.ID, Tata Lugas Nastiti
Grid.ID - Pembukaan pergelaran Festival Payung Indonesia atau FPI 2018 diselenggarakan di Taman Lumbini, Kompleks Candi Borobudur, Magelang , Jawa Tengah pada Jumat (7/9/2018) kemarin.
Dilansir Kompas, festival budaya ini akan diselenggarakan selama 3 hari berturut-turut dari Jumat (7/9/2018) hingga Minggu (9/9/2018) tanpa pungutan biaya.
Beragam kreasi payung tradisional nusantara mewarnai kawasan Taman Lumbini, Candi Borobudur.
Mulai dari kreasi kerajinan payung lontar, payung rajut kain hingga payung pararupa.
Pendiri Festival Payung Indonesia, Heru Mataya mengatakan, festival ini merupakan inspirasi untuk mengangkat kembali kerajinan payung tradisional Indonesia yang hampir punah.
Para pengrajin payung tradisional Indonesia diajak kembali untuk mengembangkan produk payung tradisional yang memiliki nilai seni tinggi.
Baca Juga : VIDEO: Agnez Mo Tunjukkan Chemistry dengan Chris Brown di Trailer Overdose
Dilansir Tribunjogja, lebih dari 1000 seniman hadir dan ikut berpartisipasi dalam acara ini.
Tidak hanya seniman dari dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri seperti Thailand, Pakistan, India, dan Jepang.
Selain pergelaran seni payung tradisional, seni pertunjukan tari juga ditampilkan sebagai salah satu bentuk apresiasi budaya Indonesia yang beragam.
Pergelaran budaya ini sudah kali kelima diadakan oleh Mataya Arts and Heritrage sejak 4 tahun terakhir.
Pergelaran Festival Payung Indonesia pertama di gelar di Taman Balekambang kota Solo tahun 2014 lalu.
Baca Juga : Anggita Sari dan Soal Hubungan Intim dengan Freddy Budiman di Lapas
Acara budaya tahunan ini menyapa warisan dunia Candi Borobudur dengan tema 'Sepayung Indonesia, Lalitavistara' yang berarti perekat keberagaman dan perdamaian.
Tema ini diambil dari cerita yang terdapat pada relief Candi Borodur.
Pada relief tersebut, payung digambarkan sebagai simbol siklus kehidupan yang baru menuju keagungan lalu kematian.
Sehingga, dengan mengusung tema tersebut, festival ini dharapkan dapat memberikan inspirasi kesatuan dalam keberagaman dan kedamaian di Indonesia. (*)
Source | : | kompas,tribun jogja |
Penulis | : | Tata Lugas Nastiti |
Editor | : | Winda Lola Pramuditta |