Grid.ID - Komunitas lesbian atau penyuka sejenis wanita memiliki dua peran, ada yang menjadi buchi (pria) dan ada yang menjadi femi (perempuan).
Layaknya laki-laki, lesbi buchi berpenampilan lebih macho, rambut pendek dan lebih berani.
Sedangkan peran femi (dari singkatan kata feminin) akan seperti wanita pada umumnya yang masih menjaga sisi kewanitaannya, hanya saja perasaannya yang tidak tertarik pada laki-laki sesungguhnya.
Seorang buchi, gaya dan tingkahnya pun seperti pria tulen.
Mereka menyukai tantangan, menyukai sesuatu yang berbau seorang lelaki, dan tentunya mereka menyukai wanita juga.
Femi memiliki kepribadian kewanitaan yang sangat menonjol.
Namun, tetap terjadi penyimpangan seksual pada dirinya.
Perasaan suka, cinta, ataupun nafsunya normal seperti biasa.
Ia menyukai sosok wanita yang berprilaku seperti lelaki yang posisinya digantikan oleh buchi.
Buchi sendiri memiliki ciri seperti layaknya seorang pria.
Mereka merokok, model rambutnya seperti pria, pendek dan bergaya stylish.
Biasanya memakai baju kemeja yang dibiarkan terbuka tidak dikancing ataupun menggunakan baju kaos.
Ia juga biasa menggunakan celana pendek pria ataupun celana jeans pria model melorot dan model biasa serta memakai aksesoris pria seperti gelang, kalung rantai yang biasa dikenakan oleh pria.
Jalinan kasih sejenis ini sangat tertutup untuk dimasuki oleh orang luar.
Dalam komunitas lesbian ada sebuah komunitas yang menamakan diri mereka "Komunitas Anti Pria" yang sangat menjaga jarak dengan kaum laki-laki.
Mereka saling menjaga rahasia bahkan dari keluarganya sendiri.
Salah seorang buchi ditemui Tribunnews adalah Sripo.
Dalam penuturannya yang dikutip Grid.ID dari Tribunnews, mengatakan jika mereka sangat nyaman menjalani kehidupan sebagai seorang lesbi walau terkadang ada saja cemooh dari orang luar yang sering menyudutkanya.
"Saya pernah sakit hati saat masih duduk di bangkuk SMP oleh seorang pria. Saya benci dan ketika itu saya nyaman sekali dengan teman saya bernama Icha yang sangat menyayangi dan dapat mengerti saya. Sampai akhirnya saya makin dalam di komunitas ini," ujarnya.
Ia juga menyebutkan, ada beberapa faktor mengapa seseorang menjadi lesbi.
Faktor-fator itu di antaranya faktor fisik, dicampakkan wanita oleh laki-laki yang menjadikannya benci sehingga trauma untuk mengenal atau menjalin kembali hubungan dengan laki-laki.
Selain itu faktor lingkungan ketika seseorang bergaul dengan komunitas atau teman lesbi dan menemukan kenyamanan maka kemungkinan besar akan menular atau ikut menjadi bagian dari komunitas tersebut.
Faktor keluarga juga berperan.
Keluarga yang tidak perhatian dan sering ada masalah di dalam keluarga tersebut bisa membuat seorang lebih nyaman di luar rumah dan bercerita dengan teman wanitanya.
Terkadang orangtua yang menginginkan anak perempuannya menjadi kuat, berani dan dapat diandalkan mengubah gambaran atau cara berpikir anak menjadi kelaki-lakian hingga berujung anak nyaman dalam kondisi tersebut.
"Contohnya saya, yang masuk ke duania ini karena terpengaruh lingkungan. Saat saya merasa tidak ada lagi yang peduli dengan saya tapi teman-teman disini sangat peduli dan mengerti hingga akhirnya saya pun menjadi seperti ini," ujar Ica salah seorang lesbi seraya menambahkan keterangan Sripo.
Menurutnya ia pernah berusaha untuk keluar dan bersikap normal tetapi sangat sulit dan akhirnya memilih tetap menjadi Femi.