Warga juga datang untuk melayat.
"Waktu itu saya baru pulang dari kantor. Berita duka terdengar di mushola-mushola RW 5. Itu pergerakan secara otomatis, kalau warga RW 5 itu untuk berita duka cepet gotong royongnya."
"Saya bersama pengurus masjid, Ustaz Syafi'i, langsung ambil pemandian mayat di masjid lainnya, kita dorong, kita siapkan, kita hubungin pemandi mayat," tutur Syamsul.
"Pemandi mayat orang PKS, tapi mereka nggak lihat pilihan, yang mandiin, papan, sampai ambulans mereka menghubungi Golkar dan PDIP itu nggak ada, lagi penuh. Akhirnya dari timses Gerindra."
"Dari RW punya inisiatif untuk memanggil ambulans. Akhirnya datang, ambulans Anies-Sandi. Itu kan tidak melihat perbedaan, tetap dukung, karena itu kan warga kita," sambungnya.
Soal jenazah Hindun yang tidak disalatkan di musala, menurut Syamsul, waktunya tak memungkinkan.
"Ustaznya salatin dan warga ikut salatin. Untuk klarifikasi bahwa mushola tidak mau mensalati itu salah," tegasnya.
"Karena waktu yang membuat seperti itu. Kenapa? Meninggal pukul 13.30 WIB. Pemandian jam 17.00 WIB, pemandiannya, rempah-rempahnya itu butuh waktu."
"Abis dari pemandian selesainya jam 17.30 WIB masuk ke rumah, karena kebetulan rumahnya gangnya sempit. Warga ngelayat langsung pulang, karena kalau tidak langsung pulang, rumahnya penuh," lanjut Syamsul.
"Sampai situ mandiin, kafanin, doain, keluarga cium itu ada proses waktu. Kira-kira selesainya jam 18.00 WIB kurang."
"Cuaca waktu itu sudah gelap, mau hujan besar. Kalau kita ke musala lagi, itu akan memakan waktu, jangan sampai ke kuburan itu malam."
"Akhirnya inisiatif ustaz dan tokoh-tokoh abis mayat ditutup langsung disalatin di situ. Kebetulan kalau di mushola jemaah kita belum pada pulang kerja, ada yang berdagang," sambung Syamsul.