Grid.ID - Warnanya bisa jadi indikator kadar hidrasi, pola makan dan kondisi kesehatan tak terdiagnosa.
Sementara baunya mencerminkan apa yang sudah dicerna tubuh.
"Urine normal, jika kita cukup minum lazimnya memiliki bau yang tak tajam," kata Ojas Shah MD, urologis dan profesor di Columbia University Medical Center.
Kadang urine memang sedikit lebih berbau dari biasanya.
Perubahan sedikit karena sesuatu kecil bisa menyebabkan bau, misalnya makanan yang diasup.
Tetapi ada bau yang bisa jadi sinyal masalah kesehatan.
Berikut ini hal-hal yang membuat urine berbau, dari yang tak masalah hingga mungkin berbahaya.
1. Dehidrasi
Saat kurang minum, air kencing akan berbau amonia.
Tanpa cukup air untuk mengencerkan urine, urine terkonsentrasi dengan produk buangan, oleh karenanya berwarna lebih gelap dan lebih bau.
Dengan minum lebih banyak, bau itu akan hilang dengan sendirinya.
2. Ada masalah infeksi saluran kencing
"Infeksi urine akan membuat urine berbau," kata Shah.
Ini bisa menjadi sinyal masalah kandung kemih yang beragam seperti infeksi saluran kencing, infeksi kandung kemih atau inflamasi kandung kemih (cystitits).
Jika urine tidak hanya berbau tajam tapi juga bau, Anda harus segera memeriksakan diri ke dokter.
3. Menderita diabetes
"Ratusan tahun lalu dokter dapat mendiagnosa seseorang kena diabetes dengan mencicipi urine mereka. Rasanya manis," kata Shah.
Saat ini tentu dokter tak lagi mencicipi urine karena majunya ilmu kedokteran.
Tetapi mereka yang tak terdiagnosa atau diabetesnya tak terkontrol mungkin mendapati air kencingnya berbau manis.
4. Usus bocor ke kandung kemih
Fistula adalah koneksi abnormal antara dua bagian tubuh yang dapat berkembang sebagai akibat cedera, infeksi, bedah atau radang.
"Fistula dapat terjadi di antara kandung kemih dan usus," jelas Shah.
Hal itu dapat mencampurkan isi usus dan kandung kemih dan membuat urine berbau tak enak.
Anda mungkin juga mendapati adanya partikel di urine.
"Kondisi ini terjadi pada mereka yang mengalami masalah seperti Chrohn's disease atau inflamasi saluran cerna," kata Shah.
Ini juga dapat terjadi pada penderita kanker sebagai akibat terapi radiasi di daerah itu. (The Huffington Post/Kontributor Health Kompas.com/Dhorothea)(*)