Agar tidurnya nyaman dan tidak terganggu oleh gerakan tubuhnya, beberapa helai kain dijadikan alas tidurnya.
"Kondisi itu berlangsung selama satu setengah tahun. Saya tidak berani menggendong dengan tangan atau menaruh di tempat biasa karena takut tulang yang lain juga ikut patah," jelas Fitri.
Firda memang berbeda, tapi Firda tetap semangat Jika netter melihat anak-anak usia tiga tahun sudah bisa melakukan berbagai aktivitas, tidak demikian dengan Firda.
Pertumbuhan Firda terhambat. Hingga usia tiga tahun, Firda belum bisa berdiri dan berjalan. Bahkan berat badannya hanya tujuh kilogram.
Kondisi Firda yang terus menurun, tak membuat kedua orangtuanya menyerah.
Bersama neneknya, orangtuanya membawa Firda ke dokter spesialis tulang di Surabaya.
Dari pemeriksaan, dokter memvonis Firda menderita osteogenesis inperfecta karena faktor genetis.
"Untuk sembuh katanya sulit dan belum ada obatnya. Jadi hanya dikasih obat mengurangi sakit dan mengurangi tingkat kepatahan pada tulangnya,” cerita orangtuanya
Sejak itu setiap 3 – 4 bulan sekali orangtuanya harus membawa Firda keSurabaya untuk kontrol.
Meski pertumbuhan fisiknya terlambat, namun bicaranya lancar, seperti anak-anak seusianya.
Ketika banyak tamu yang datang, ia tak segan-segan mengulurkan tanggannya untuk berjabat tangan.
Hebatnya, ia percaya diri dan berani. Ia tetap bermain di antara tamu-tamu yang datang.
Kedua orangtua Firda mengaku beruntung ada BPJS yang digunakan untuk pengobatan rutin ke RS Dr Soetomo Surabaya, setiap tiga bulan sekali.
Apalagi, pekerjaan ayah Firda hanyalah tukang tambal ban.
Sedangkan untuk pengobatan sehari-hari ia ke puskesmas setempat.
Dari puskesmas ini pula ia mendapat bangtuan susu dan roti.
Firda adalah anak ke dua dari dua bersaudara.
Kakaknya, Faizatun Hanifah (9) tumbuh normal dan sehat seperti anak pada umumnya. (*)