Grid.ID – Orangtua mana yang tidak ingin melahirkan anak normal dan tumbuh sehat?
Tapi, siapa yang sangka, kalau Tuhan berkehendak lain.
Apa pun wujud dari bayi yang dikandungnya selama sembilan bulan, akan dirawat dengan penuh kasih.
BACA JUGA (Bertahun-tahun Di Bully, Enam Remaja Ini Akhirnya Bunuh Diri)
Seperti yang dialami seorang ibu , dusun Balekambang, Desa Tanjung Rejo, Kecamatan Kebon Sari, Kabupaten Madiun ini.
Demikian seperti yang dikutip dari Grid.ID dari Tribunnews.
Adalah Fitri Rukayah (36), tak menyangka sama sekali kalau putri kedua yang dilahirkan dengan cara ceasar itu bakal memiliki kelainan genetik.
Saat itu ia yakin, sang anak, Firda Dwi Rahmawati akan tumbuh dan berkembang seperti kakaknya atau anak yang lain.
Takdir berkata lain, Firda, putri keduanya yang lahir 23 Juni 2014 itu tumbuh dengan memprihatinkan.
Kondisinya berbeda dengan anak-anak lain seusianya.
Awal mula kondisi Firda yang memprihatikan Sungguh mengejutkan, dua jam setelah lahir, paha kiri Firda membengkak, tanpa diketahui apa penyebabnya.
Kedua orangtuanya pun membawanya ke dokter.
Hasil rontgen mengagetkan. "Setelah di-rontgen, ternyata tulangnya patah," kata Fitri.
Waktu terus berjalan seiring dengan bertambahnya usia Firda.
Namun yang terjadi, di luar dugaan.
Menurut cerita ibunya, satu per satu tulangnya mengalami patah tulang.
Berawal dari tulang kakinya, lalu tangan, disusul pundak, dan iga putri keduanya satu per satu mengalami patah tulang.
Yang dia ingat setidaknya ada 20 titik tulang yang patah.
"Kalau patah tulang dia menangis dan kakinya bengkak," tutur Fitri.
Papan kayu sepanjang 1 meter dengan lebar 30 cm menjadi teman setia Firda dengan segala keterbatasannya Tak mampu untuk membawa putrinya ke rumah sakit yang lebih lengkap fasilitasnya, tumbuh ide yang membuat hati netter pasti tergetar.
Apa yang dilakukan Fitri dan suaminya, Nuryadi?
Karena khawatir patah tulang yang menimpa putrinya merambat ke bagian tubuh lain, mereka menidurkan Firda di atas papan kayu sepanjang satu meter dan lebar tiga puluh sentimeter.
Agar tidurnya nyaman dan tidak terganggu oleh gerakan tubuhnya, beberapa helai kain dijadikan alas tidurnya.
"Kondisi itu berlangsung selama satu setengah tahun. Saya tidak berani menggendong dengan tangan atau menaruh di tempat biasa karena takut tulang yang lain juga ikut patah," jelas Fitri.
Firda memang berbeda, tapi Firda tetap semangat Jika netter melihat anak-anak usia tiga tahun sudah bisa melakukan berbagai aktivitas, tidak demikian dengan Firda.
Pertumbuhan Firda terhambat. Hingga usia tiga tahun, Firda belum bisa berdiri dan berjalan. Bahkan berat badannya hanya tujuh kilogram.
Kondisi Firda yang terus menurun, tak membuat kedua orangtuanya menyerah.
Bersama neneknya, orangtuanya membawa Firda ke dokter spesialis tulang di Surabaya.
Dari pemeriksaan, dokter memvonis Firda menderita osteogenesis inperfecta karena faktor genetis.
"Untuk sembuh katanya sulit dan belum ada obatnya. Jadi hanya dikasih obat mengurangi sakit dan mengurangi tingkat kepatahan pada tulangnya,” cerita orangtuanya
Sejak itu setiap 3 – 4 bulan sekali orangtuanya harus membawa Firda keSurabaya untuk kontrol.
Meski pertumbuhan fisiknya terlambat, namun bicaranya lancar, seperti anak-anak seusianya.
Ketika banyak tamu yang datang, ia tak segan-segan mengulurkan tanggannya untuk berjabat tangan.
Hebatnya, ia percaya diri dan berani. Ia tetap bermain di antara tamu-tamu yang datang.
Kedua orangtua Firda mengaku beruntung ada BPJS yang digunakan untuk pengobatan rutin ke RS Dr Soetomo Surabaya, setiap tiga bulan sekali.
Apalagi, pekerjaan ayah Firda hanyalah tukang tambal ban.
Sedangkan untuk pengobatan sehari-hari ia ke puskesmas setempat.
Dari puskesmas ini pula ia mendapat bangtuan susu dan roti.
Firda adalah anak ke dua dari dua bersaudara.
Kakaknya, Faizatun Hanifah (9) tumbuh normal dan sehat seperti anak pada umumnya. (*)