Grid.ID - Kehadiran Ridho Rhoma di blantika musik Indonesia pada 2009 sempat membuat heboh.
Selain karena putranya raja dangdut Rhoma Irama, Ridho juga punya suara merdu dan wajah ganteng.
Setelah mengeluarkan album "Menunggu", Ridho langsung muncul sebagai ikon baru di musik dangdut.
Rupanya itu ditangkap dengan baik oleh sang ayah, Rhoma Irama.
(BACA JUGA: VIDEO - BREAKING NEWS! Ridho Rhoma Di Tangkap Kasus Narkoba, Rhoma Irama - Mirasantika)
Rhoma merasa, Rhido bisa menjadi ikon dan penggerak revolusi dangdut kedua.
Pada era 1970-an, ketika anak muda gandrung musik rock dari Inggris, seperti Led Zeppelin dan Deep Purple, Rhoma Irama mencoba melakukan perlawanan.
Rhoma yang saat itu dikenal dengan nama Oma Irama, mencoba mengubah gaya, napas dan sentuhan dangdut agar leboh progresif.
(BACA JUGA: Ridho Rhoma Tertangkap Narkoba, Kata Netizen: T-E-R-L-A-L-U-!!!)
Lalu, dia memasukkan unsur rock ke dalam dangdut dengan menggunakan gitar berdistorsi dan ritme-ritme rock.
Gagasan Raden Haji Oma Irama sukses membangun ”genre” tersendiri dari apa yang dulu disebut sebagai musik melayu.
Musik melayu yang kemudian disebut dangdut di tangan Rhoma bersama Soneta Grup-nya terdengar dinamis, agresif dan progresif.
Itu peran sejarah dan kontribusi Rhoma untuk musik dangdut yang bisa dikatakan telah menjadi musik rakyat.
Rhoma menyebut terobosannya itu sebagai ”revolusi” pertama.
Lalu, seiring zaman, dangdut mulai menurun.
(BACA JUGA: Ridho Rhoma 2 Tahun Candu Shabu, Ke Hotel Jam 4 Pagi Mau Beli Shabu )
Menurut Rhoma, salah satu sebabnya karena erotisme kemudian masuk dan makin menggejala di musik dangdut.
Sebab itu, dia mencoba melancarkan revolusi kedua.
Saat Rhoma merilis single ”Azza”, muncullah Ridho Rhoma, putra Rhoma yang tengah populer.
"Ya, saya pernah mengumumkan adanya revolusi dangdut kedua. Itu setelah revolusi musik pertama yang saya buat tahun 1970-an dari musik melayu ke dangdut," kata Rhoma kepada Kompas.
"Revolusi pertama itu untuk mengimbangi derasnya musik rock. Orkes melayu seperti Soneta itu pun musiknya berwarna rock,” kata pria kelahiran Tasikmalaya, Jawa Barat, 11 Desember 1946, itu.
Rhoma ikut prihatin dengan menurunnya dangdut tahun 2000-an.
(BACA JUGA: Kronologi Penangkapan Ridho Rhoma, Saat Ditangkap Masih dalam Pengaruh Sabu)
Musik pop sangat dominan dan menggeser musik dangdut, setidaknya di televisi.
”Saya terpikir untuk membuat revolusi seperti tahun 1970. Revolusi kedua ini ada satu format dangdut yang baru, style yang baru, bahkan ikon yang baru,” jelasnya.
Dia merasa Ridho bisa menjadi ikot revolusi dangdut kedua.
Revolusi itu sudah disiapkan sang raja, Rhoma Irama.
"Ikon itu, kan, Ridho. Kemudian Sonet2 Band itu (dibaca Sonet two). Dari nama saja sudah revolusioner," jelas Rhoma waktu itu.
"Dulu, kan, namanya Orkes Melayu Soneta, Orkes Melayu Purnama. Dengan revolusi saya, Soneta menjadi Soneta Grup. Enggak ada lagi orkes melayu Soneta, bahkan sekarang Sonet2 itu band. Itu juga revolusioner," lanjutnya.
Maka, si Ridho pun seperti dinobatkan sebagai Pangeran Dangdut yang diharapkan mampu mengawal revolusi dangdut kedua.
Awalnya, tanda-tanda sukses terasa.
(BACA JUGA: Ridho Rhoma Kena Kasus Narkoba, Padahal Rhoma Irama Pernah Memperingatkannya)
"Alhamdulillah revolusi kedua ini juga berhasil. Sonet2 Band ternyata bisa sejajar dengan grup-grup pop papan atas. Katakanlah, kalau urusan RBT, Ridho yang tertinggi peringkatnya," ujar Rhoma.
Namun, itu tak lama. Sonet2 dengan vocalis Ridho yang didirikan pada 2009, kemudian dibubarkan sendiri oleh Rhoma pada 2015.
"Sonet2 ada, kemarin sudah resmi bubar. Sayangnya dibubarin sama pembentuknya, papa," ujar Ridho di Pesbukers, Kamis, 21 Mei 2015.
Lalu, bagaimana dengan Revolusi Dangdut Kedua?
Gemanya langsung pudar, tidak seperti Revolusi Dangdut Pertama.
Jika tahun 1970an gerakan revolusi Rhoma Irama begitu menguat dan dangdut langsung menjadi musik rakyat yang masih, kekuatan Ridho tak bisa menyamai.
Bahkan, popularitas Ridho semakin menurun, apalagi Sonet2 pun bubar.
Revolusi Dangdut Kedua pun tak mampu melahirkan genre musik baru, persepsi baru, minat baru, gaya baru, semangat baru, dan nuansa baru, serta atmosfir baru.
Ada perbedaan kuat antara Rhoma dan Ridho.
Rhoma mampu menciptakan banyak lagu, karakternya kuat, laris di film.
Sedangkan Ridho lemah dalam penciptaan. Sehingga, dia pun tak lepas dari bayang-bayang kehebatan ayahnya.
Sehingga, sang pangeran pengawal revolusi kedua itu malah semakin menghilang dari peredaran.
Ternyata, dia juga semakin terpuruk dalam narkoba.
Setidaknya, ketika ditangkap Polres Metro Jakarta Barat, Sabtu (25/3/2017), ada banyak bukti dia mengonsumsi sabu.
Menurut Kasat Narkoba Polres Jakbar, AKBP Suhermanto, sebelum ditangkap di Hotel Ibis dengan bukti 0,7 gram sabu, Ridho ternyata sudah memakai sabu di sebuah apartemen di Thamrin.
Bahkan, kala ditangkap dia masih dalam pengaruh sabu.
"Betul, saat ditangkap dia masih dalam pengaruh narkoba," jelas Suhermanto.
Mungkin karena narkoba itu pula yang membuat dia makin tenggelam dalam karier.
Sang Pangeran Dangdut yang diharapkan mampu menggelorakan Revolusi Dangdut Kedua itu pun justru terpuruk.