BACA JUGA (Cantiknya 11 Quote Inspirasional dari Selebritas Perempuan Indonesia)
Tahun 2010, Sri Sujarwati pun mulai melakukan uji coba pengolahan keripik salak.
Dari sekian kali uji coba, Sujarwati menemukan kriteria jenis salak yang cocok dijadikan bahan baku keripik.
Dari uji coba yang dilakukan, ternyata hanya salak-salak yang berkualitas super saja yang hasilnya bagus.
Bagaimana dengan salak yang “KW 2” (nonsuper)?
“Bisa diolah jadi produk turunan lain seperti dodol, geplak, bakpia, sirup, sari buah salak, dan lainnya,” jelasnya.
Hebatnya lagi, biji salaknya pun bisa diolah menjadi bubuk kopi salak yang bermanfaat untuk menurunkan kadar gula darah, kolesterol, dan asam urat.
Dan kulit salaknya, bisa dijadikan teh.
BACA JUGA (4 Item Wajib yang Harus Dipunyai Wanita Karir.)
Inilah fakta mengapa Sujarwati “jatuh cinta” dengan salak pondoh :
- Harga buah salak pondoh ‘terjun bebas’ saat panen raya
- Mengajak warga desa membangun Desa Wisata yang diberi nama Dewi Kembar.
- Mengedukasi masyarakat untuk menghasilkan produk kreatif, smpai pengemasannya.
- Menjadikan hasil olahan salak bernilai jual tinggi.
- Menyamaratakan harga jual buah salak pondoh di antara petani saat panen raya.
Semakin berkembangnya usaha, Sujarwati menyadari bahwa ia perlu menggandeng mitra bisnis.
Tahun 2013, Sujarwati memutuskan mengambil Kredit Usaha Rakyat di Bank BRI.
Tujuannya tidak lain untuk menambah modal usaha, untuk pengadaan alat produksi serta kemasan produk yang lebih moderen.
Ia berharap, kerja sama itu bisa berdampak positip pada peningkatan kapasitas, serta pengembangan pemasaran melalui event, misalnya pameran.
Untuk membuat semua produk dan mendirikan Desa Wisata Dewi Kembar, mulanya Sujarwati mengaku harus merogoh kocek sendiri sekitar Rp 300 juta.
Setelah menggandeng Bank BRI, usahanya makin berkembang.
Bila di awal usaha keuntungan yang ia peroleh mencapai Rp 25-50 juta per bulan, kini sudah mencapai Rp 50-100 juta per bulan. (*)