Find Us On Social Media :

REVIEW FILM – GHOST IN THE SHELL, Film dari Anime Terbaik, tapi Bukan Untuk Semua Orang

By Kama, Sabtu, 1 April 2017 | 20:57 WIB

Poster film Ghost In The Shell

Laporan Wartawan Grid.ID, Kama Adritya

Grid.ID – Hollywood kini mulai merambah Jepang, baik itu dari komik-komiknya maupun dari film-film anime (kartun).

Kali ini giliran komik dan anime karya Masumune Shirow, yaitu Ghost in The Shell.

(BACA JUGA: REVIEW FILM – GET OUT, Kandidat Film Horor Terbaik)

Ghost in The Shell meraih kesuksesan di Jepang dan berbagai belahan dunia yang mengadaptasi anime maupun komik dari Jepang.

Kesuksesan tersebut melahirkan sekuel dan spin off dari Ghost in The Shell, oleh karena itu tak heran jika kemudian Hollywood pun tertarik untuk mengadaptasinya.

Rupert Sanders yang merupakan sutradara pembuat iklan dan kemudian membuat film Snow White and The Huntsmen menjadi orang yang ditunjuk untuk menggawangi pembuatan film ini.

Film ini bercerita di masa depan di mana robot dan tranplantasi cyber adalah hal yang lumrah.

(BACA JUGA: Perkenalkan, Tunggangan Si Cantik Scarlett 'Black Widow' Johansson, di Film Ghost in The Shell)

Alkisah ada seseorang yang menjalani operasi tranplantasi otak ke tubuh cybernetik untuk pertama kalinya, dan hal tersebut mengubahnya menjadi robot super tapi berjiwa manusia yang dinamakan Major Mira.

Scarlett Johansson dipilih untuk memerankan Major dan memicu protes atas keputusan ini.

Banyak orang protes karena dengan dipilihnya ScarJo, ini sama saja dengan memutihkan karakter Asia dengan karakter bule (whitewashing) sebagaimana sering dilakukan oleh Hollywood.

Hal tersebut memaksa (entah disengaja atau tidak) Sanders untuk memberikan penjelasan terhadap pemilihan ScarJo untuk memerankan tokoh Asia ke dalam narasi cerita film ini.

Bagi orang yang tidak mengenal serial anime maupun komiknya mungkin hal tersebut tidak menjadi masalah.

Namun, bagi para penggemar komiknya hal ini malah menghilangkan esensi cerita dari Ghost In the Shell yang pada dasarnya adalah memertanyakan unsur kemanusiaan di era mesin dan robot.

(BACA JUGA: Begini Bentuk Kasih Sayang Scarlett Johansson Kepada Bayi-nya di Lokasi Syuting!)

Meski demikian, Rupert Sanders dapat menggambarkan dunia futuristik yang terdapat pada cerita Ghost in The Shell ke layar lebar dengan baik.

Dunia mesin dan robot diperlihatkan dengan hati-hati oleh Sanders, baik dari segi detail dan fungsinya.

Sayangnya, hal tersebut justru membuat orang awam menjadi mengantuk atau boring saat menontonnya.

Karena alur cerita yang berjalan lambat demi menjelaskan dunia tersebut, membuat banyak penonton menguap saat menontonnya.

Ironisnya, hal ini justru demi menyenangkan para fans yang banyak ilfeel gara-gara kasus whitewashing tadi.

(BACA JUGA: Scarlett Johansson Gandeng Chris Evans, Sudah Move On?)

Secara keseluruhan, akting ScarJo tidak jauh berbeda dengan aktingnya di Lucy maupun The Avengers yang tampil sebagai cewek super.

Namun, ada nama aktor gaek yang menyita perhatian yaitu Takeshi Kitano yang berperan menjadi pimpinan Section 9 tempat Major bekerja.

Untuk sebuah film, Ghost In The Shell cukup menghibur meski alur berjalan sedikit lambat.

Rating 3 dari 5 (*)