Grid.ID - Untuk pertama kalinya, perempuan pendaki Indonesia berhasil mengibarkan merah putih di Vinson Massif, puncak tertinggi di Benua Antartika.
Perempuan tangguh tersebut adalah Fransiska Dimitri Inkiriwang dan Mathilda Dwi Lestari.
Keduanya tergabung dalam tim Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition Mahitala Unpar (WISSEMU).
Mereka memiliki misi untuk mendaki tujuh puncak dunia.
Vinson Massif yang memiliki ketinggian hingga 4.892 mdpl, menjadi puncak kelima yang berhasil mereka capai.
(BACA JUGA Selamat Datang di Raja Ampat-nya Gunungkidul, Wisata yang Pastinya Lebih Murah dari Raja Ampat )
Mereka hadir untuk berbincang bersama di talkshow Deep & Extreme 2017 yang diadakan di JCC Senayan, 1 April 2017.
Dipandu Editor National Geographic Indonesia, Titania Febrianti, mereka membagikan pengalaman mereka mendaki Vinson Massif.
Mulai dari tahap persiapan, hingga saat mereka berhasil menjejakkan kaki di pucuk tertinggi benua terekstrem ini.
Fransiska menuturkan, ada tiga persiapan yang mereka lakukan sebelum pendakian, yakni fisik, mental, dan peralatan.
Peralatan terpenuhi dengan membeli segala macam yang dibutuhkan.
(BACA JUGA Melanie Subono Masak Semen untuk Protes Jokowi dan Ganjar Soal Semen Gunung Kendeng )
"Untuk persiapan mental, kami banyak melakukan brainstorming dan menggali pengetahuan tentang gunung dan medan di sana."
"Sementara persiapan fisik, kami latihan lari,” jelas Fransiska.
Sementara, Titania sendiri menceritakan sulitnya menghubungi mereka berdua.
“Saat kami berkomunikasi untuk keperluan penulisan, waktu respon mereka cukup lama."
"Saya hubungi siang, mereka akan merespon hampir tengah malam."
"Dan mereka bilang, mereka habis lari."
"Saya jadi memikirkan tentang latihan fisik yang mereka lakukan,” timpal Titania.
(BACA JUGA Film Ular Tangga Siap Tayang, Shareefa Daanish Jadi Guide Pendaki Gunung)
Ternyata tidak hanya lari jarak jauh, atau lari dengan rintangan, latihan yang mereka lalui juga mencakup berjalan membawa beban.
Fransiska berkata, “Di awal, kita latihan dengan beban 20 kilo, turun-naik tangga."
"Tapi untuk sekarang-sekarang bisa sampai 30 kilo.”
Antartika menjadi benua terekstrem di Bumi.
Area ini bukanlah permukiman.
Hanya peneliti dan hanya yang memiliki izin khusus untuk bisa masuk.
(BACA JUGA Kyai Gali Tanah dan Menjadi Air Terjun Gedad yang Kemudian Jadi Objek Wisata Baru di Gunung Kidul)
Fransiska dan Mathilda mengakui bahwa ini adalah kesempatan yang sangat berharga bagi mereka.
Meski begitu, hasil ini sepadan dengan apa yang mereka usahakan.
“Di Antartika, tercatat suhu bisa mencapai -94 derajat celsius saat musim dingin."
"Kami mendaki di waktu yang terbaik, saat musim panas, di mana matahari terang selama enam bulan."
"Itu pun, kami masih merasakan suhu hingga -33 derajat celsius,” katanya.
(BACA JUGA Kita Tak Pernah Merasakan Ini Jika Tak Ada 5 Wanita Penemu yang Hebat)
Selama pendakian dengan dingin yang menusuk, mereka harus terus bergerak untuk membentuk panas tubuh.
“Waktu di puncak, diam untuk berfoto saja, rasanya sulit,” tutur mereka.
Setiap kali makan, mereka mengkonsumsi 1.000 kalori untuk memenuhi kebutuhan pendakian.
“Karena kelelahan, kadang nafsu makan kita menurun. Itu sangat berbahaya. Itu yang harus kita jaga.”
(BACA JUGA 10 Kata-kata Inspirasional dari Para Wanita Hebat)
Pengalaman merasakan jam pagi yang berbeda di tiap bagian Antartika juga menjadi kesan tersendiri bagi mereka.
“Memang kami pernah merasakan gunung bersalju sebelumnya, tapi kali ini rasanya sangat berbeda."
"Jam pagi di tiap bagian Antartika saja selalu berubah-ubah."
"Lokasinya saja spesial, tidak semua orang punya kesempatan."
"Ada aturan-aturan khusus pula selama pendakian karena suhu dingin yang ekstrem,” kata Fransiska bersemangat.
Ia sendiri merasa bahwa Vinson Massif menjadi pendakian favoritnya.
Lain lagi dengan Mathilda, ia paling menyukai pendakian di Kilimanjaro.
(BACA JUGA Oscars 2017: Para Wanita Hebat Ini adalah Kandidat Terbaik Tahun Ini, dan Ini Alasan Mengapa Mereka Terpilih)
“Di Antartika semuanya putih, bersalju."
"Kalau di Kilimanjaro, karakteristik tiap zona berbeda-beda."
"Mulai dari hutan hujan hingga akhirnya puncak bersalju."
"Kalau salju semua, bosan juga,” jelas Mathilda sambil tertawa.
Dua perempuan berusia 23 tahun ini juga menyebutkan bahwa motivasi mereka untuk melakukan ekspedisi ini mesti diiringi dengan kedisiplinan tinggi terkait timeline.
“Kami membuat timeline untuk menyelesaikan misi."
(BACA JUGA Astaga! Wanita Ini 5 Hari Terdampar di Grand Canyon Gara-gara Terlalu Percaya Sama Google Maps )
"Selain latihan, kami juga punya kewajiban terkait perkuliahan."
"Kami harus terus berjalan sesuai rencana.”
Bendera Merah Putih berkibar di puncak tertinggi Antartika ini pada 4 Januari 2017.
Pukul 23.48 waktu setempat.
Mathilda dan Fransiska masih akan mempersiapkan diri untuk mendaki dua lagi untuk mendapat seven summiteers.
Berikutnya, mereka akan melakukan pendakian di Gunung Denali (6.190 mdpl) di Alaska dan Gunung Everest (8.848 mdpl) di Nepal. (*)