Laporan Wartawan Grid.ID, Bunga Mardiriana
Grid.ID - Afghanistan sedang dilanda kekeringan parah yang menyebabkan banyak orang kelaparan.
Karena sangat sulit untuk mendapatkan bahan makanan, keluarga di negeri itu rela untuk menjual anak mereka demi bisa membeli bahan makanan.
Melansir dari Kompas.com, menurut PBB kekeringan tahun ini sangat parah sehingga memaksa 275 ribu orang di kawasan tersebut, termasuk 84 ribu warga Herat mengungsi.
Baca Juga : 10 Ucapan Selamat Idul Fitri dalam Berbagai Bahasa, Mulai dari Inggris, Arab Sampai Afghanistan
Hujan sudah tak turun selama 4 tahun sehingga menghancurkan produk pertanian.
Di luar kota Herat ada seorang wanita bernama Mamareen yang tinggal di pengungsian.
Mamareen sudah kehilangan suaminya di medan perang.
Dirinya bahkan kehilangan rumah akibat perubahan iklim dan juga akan kehilangan putrinya Akila yang berusia 6 tahun.
Baca Juga : Ledakan Bom Terjadi di Afghanistan, Dekat Lokasi Pertemuan Ulama, 7 Orang Dinyatakan Tewas
Mamareen terpaksa menjual putrinya dengan harga 3 ribu dolar AS atau sekitar Rp 46 juta kepada Najamuddin.
Akila nantinya akan dinikahkan dengan putra Najamuddin, Sher Agha yang saat ini berusia 10 tahun.
"Saya meninggalkan desa dengan tiga anak karena kekeringan parah. Saya kira di sini bisa mendapatkan bantuan, tetapi saya tidak mendapatkan apa-apa," terang Mamareen.
Baca Juga : Ledakan Bom Terjadi di Afghanistan, Dekat Lokasi Pertemuan Ulama, 7 Orang Dinyatakan Tewas
Dirinya mengaku terpaksa menjual putrinya untuk menghindari kelaparan.
Namun, dari harga jual yang sudah disepakati, Mamareen baru mendapat 70 dolar AS atau sekitar 1 juta.
Sang putri yang masih di bawah umur tentu saja tidak tahu bahwa dirinya telah dijual oleh sang ibu.
Najmuddin menyatakan bahwa proses penjualan Akila ini pada dasarnya adalah bagian dari budaya tetapi baginya ini merupakan cara dia berderma.
Baca Juga : Tersebar Foto Presiden Jokowi Jadi Makmum Saat Sholat di Afghanistan, Begini Penjelasan Istana
"Keluarganya tak punya apa-apa untuk dimakan. Mereka kelaparan. Saya juga miskin, tapi saya yakin bisa melunasi pembelian selama dua atau tiga tahun," ujar Najmuddin.
Najmuddin juga merupakan korban kekeringan yang menghancurkan pertanian di wilayah barat Afghanistan yang merupakan lumbung pangan negeri itu. (*)