Grid.ID - Demam selfie kian mendunia.
Dari cuma foto narsis sendirian, sekarang berkembang menjadi foto narsis rombongan.
Sejak dua tahun belakangan, group selfie atau swafoto berisikan dua orang atau lebih semakin diminati masyarakat.
Padahal, praktiknya tidaklah sesimpel selfie diri sendiri.
(BACA JUGA : 9 Fakta Kampung Janda di Banjarbaru, Kamu Nggak Bakal Nyangka yang Nomer 4)
Semakin banyak orang yang terlibat, kian bertambah pula hal-hal yang harus diatur dan disesuaikan.
Ditilik sejarahnya, group selfie mulai marak dilakukan sejak 2014.
Tren ini dimulai oleh beberapa tokoh internasional.
Misalnya, saat mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama berfoto dengan mantan Wakil Presiden AS Joe Biden.
Lalu, pembawa acara Jimmy Kimmel dengan keluarga mantan Presiden AS Bill Clinton.
Foto-foto tersebut cukup viral di media sosial.
Foto Obama dan Joe Biden, misalnya, mendapat 30.000-an lebih likes di Instagram.
Sementara itu, group selfie Jimmy Kimmel di-retweet oleh sekitar 12.000 pengguna Twitter.
Sejak itu, masyarakat umum pun mulai ikut memamerkan group selfie, termasuk di Indonesia.
Fotografer Rio Wibowo atau biasa dikenal sebagai Rio Motret pun merasakan perkembangan tren tersebut di Jakarta.
Jika mengunjungi sebuah tempat baru, dia sering melihat orang-orang tidak lagi melakukan swafoto sendirian.
"Group selfie menjamur banget, bisa dilihat di tempat-tempat baru di Jakarta,” ujar Rio, saat ditemui Kompas.com, Kamis (23/3/2017).
“Orang datang bersama rombongan lalu swafoto bareng-bareng," lugas Rio.
Salah satu alasan group selfie digandrungi masyarakat adalah adanya nilai sosial yang terkandung di dalamnya.
Michal Ann Strahilevitz, seorang profesor bidang marketing di Golden Gate University memberikan pandangannya mengenai hal ini.
"Group selfie lebih menekankan pada hubungan interpersonal ketimbang penampilan diri sendiri," ucap Strahilevitz seperti dikutip stuff.co.nz, Senin (31/7/2014).
Pantas saja sekarang ada hape dual camera untuk mengakomodasi kebutuhan group selfie.(*)