Find Us On Social Media :

Pilkada DKI Panas Sampai Ubun-ubun, Saatnya Wanita Berperan Cegah Konflik

By Hery Prasetyo, Rabu, 19 April 2017 | 11:00 WIB

Di beberapa negara, wanita sering tampil berperan untuk melawan atau mencegah konflik dan terbukti berefek besar.

Oleh Editor Grid.ID: Hery Prasetyo Grid.ID - Rabu (19/4/2017) hari ini, Daerah Khusus Ibukota (DKI) mengadakan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Sejak masa kampanye, putaran pertama, sampai putaran akhir ini, suasana panas di Jakarta menjadi semakin panas, serasa sampai ubun-ubun.

Polemik nilai-nilai, serang-menyerang, bahkan sampai melibatkan demo akbar.

Kekhawatiran demi kekhawatiran akan adanya konflik horisontal pun bermunculan.

Bahkan sehari sebelum Pilkada putaran kedua, keamanan dilakukan begitu ketat.

Terlihat beberapa tentara disebar, salah satunya di kawasan Kebon Jeruk, Selasa (18/4/2017).

Proses demokrasi yang harus menjadi pesta politik rakyat dengan cerdas dan arif, justru menjadi event yang membuat jantung berdebar.

Sebab, pertarungan dua Paslon, Basuki Tjahaya Purnama-Djarot dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno, melebar ke polemik nilai-nilai keyakinan.

Kabar tentang pengerahan massa terdengar begitu riuh, sampai beberapa Polres sibuk. bahkan, polres Bekasi pun ikut sibuk.

Polres Bekasi menyatakan ketegasannya akan membubarkan paksa upaya pengerahan massa ke Jakarta jika lewat di wilayahnya.

"Aturan ini merujuk pada Maklumat Bersama Kapolda Metro Jaya, Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta dan Badan Pengawas Pemilu Jakarta," kata Kasubag Humas Polrestro Bekasi Kota Kompol Erna Ruswing Andari di Bekasi, Senin (17/4/2017).

Provokasi bertebaran di media sosial, memperpanas suasana.

Peran wanita

Yang diharapkan semua masyarakat tentu tenang dan damai.

Siapa pun pemenangnya, seharusnya diterima dengan baik dan lapang dada, juga sportif.

Dalam keadaan seperti ini, wanita punya peran sangat penting untuk mendinginkan suasana.

Jikapun aksinya tak diorganisasi, minimal melakukan peran perdamaian di lingkungan terkecil, dari keluarga, tetangga dan seterusnya.

Dalam sejarah konflik dari Georgia, Kolombia, Srilanka, Palestina, dan daerah lain, sering kali aksi para wanita sangat efektif.

Peran wanita dalam konflik tak hanya merawat, mendamaikan, tapi juga mencegah konflik.

Sebab itu, Swiss dan PBB bersama negara lain pernah punya memperkenalkan pentingnya peran wanita dalam konteks konflik.

Kemudian dibentuklah Resolusi Dewan PBB 1325 tentang Wanita, Perdamaian, dan Keamanan.

Dalam konflik Israel dan Palestina, misalnya, peran wanita muncul pada 1980-an.

Invasi Israel ke Libanon pada 1982 memaksa para wanita Islam dan Yahudi bergerak menentang konflik.

Pada 1987, intifada pertama memunculkan organisasi wanita Yahudi seperti Women in Black, Israel Wpmen Against Occupation dan Women's Peace Net.

Hasilnya sangat memuaskan. Gerakan wanita menentang konflik dan perang sedikit banyak bisa menurunkan intensitas konflik.

Pada 1989, wanita Israel dan Palestina bertemu di brussel, Belgia, untuk memperkuat peran mereka menentang konflik.

Bahkan, mereka sukses mengeluarkan resolusi persamaan genderdi Palestina.

Dalam level kecil, wanita juga berperan besar dalam mencegah konflik di Papua.

Sebab, wanita dianggap sakral dan penerus utama regenerasi. Dan, tabu bagi orang Papua untuk melukai wanita dalam perang.

Tak jarang wanita mampu mencegah perang suku di Papua, atau meleraikan konflik mereka.

Aksi wanita mencegah dan melawan konflik juga dilakukan di beberapa negara Afrika dan ternyata cukup sukses.

Maka, peran dalam bentuk berbeda bisa dilakukan di Jakarta.

Para ibu dan wanita pada umumnya bisa tampil untuk mencegah konflik. Minimal, mereka melakukannya dalamskop terkecil di keluarga.

Aksi bisa berupa saran, nasehat kepada suami atau anak agar tak terlibat atau membakar konflik.

Tentu, warga jakarta mengharapkan yang terbaik.

Siapa pun pemenangnya, dalam mekanisme yang adil dan jujur, tentu pilihan warga Jakarta.

Semoga Pilkada DKI yang panas ini akan berjalan lancar, aman dan damai. Aamiin. (*)