Grid.ID - Di saat mainan anak-anak serba berbau teknologi, Mbah Boni memproduksi mainan dari tanah liat yang di era moderen ini sudah ditinggalkan anak-anak.
Mbah Boni, lansia itu biasa dipanggil, mengaku lahirnya bersamaan dengan lahirnya Putri Juliana Belanda itu masih terus setia dengan profesinya.
Dikutip Grid.ID dari Kompas.com yang mendatangi langsung ke rumah Mbah Boni yang sedang membuat mainan.
Ia tampak cekatan mengambil air dan membawanya ke halaman rumah.
Kemudian, ia menyiapkan tanah liat serta alat putar tradisional dan mulai membuat aneka bentuk barang-barang dari tanah liat.
(BACA JUGA Banyak Promo Makanan di Pilkada DKI Jakarta, Jangan Hapus Dulu Tinta di Jarimu)
Benda yang dibuat antara lain kempling (mainan anak anak yang bisa ditabuh seperti rebana), perlengkapan masak mini, vas bunga.
Seluruh benda yang selesai dibuat langsung dijemur hingga kering.
Setelah itu, benda yang sudah kering dibakar dengan menggunakan tungku sederhana di belakang rumahnya.
Mbah Boni tak sendiri, ia dibantu oleh anaknya yang tinggal serumah.
Meski tidak setiap hari bisa terjual habis, biasanya di bulan puasa mainan Kempling Mbah Boni laris.
Karena banyak anak-anak yang memainkan saat jelang berbuka puasa atau saat sahur.
(BACA JUGA Ini yang Terjadi pada Payudara Saat Wanita Terangsang Secara Seksual)
Baginya, usia bukan penghalang untuk mencari nafkah, demi menyambung hidupnya.
Kini Mbah Boni sudah berusia 108 tahun, sesuai dengan kelahiran Putri Juliana yang lahir di Den Haag, 30 April 1909.
Di Desa Kepundungan Kecamatan Srono, Banyuwangi tempat tinggalnya kini, ia menekuni pekerjaan yang sudah dilakukan sejak jaman penjajahan Jepang.
Ketika itu, sehari ia mampu memproduksi hampir 100 buah kerajinan tanah liat, dengan harga waktu itu dua rupiah setiap mainan.
Di usianya yang sudah renta ini, kini ia hanya sanggup membuat mainan paling banyak 30 buah.
Itu pun ia dikerjakan paling lama dua jam di pagi hari. Begitu matahari sudah terasa meneyngat di tubuhnya, ia istirahat.
"Kalau sinar mataharinya sudah kena pintu rumah saya berhenti. Capek," katanya.
(BACA JUGA Awas! Ternyata Meniup Miss V Saat Berhubungan Seks Bisa Berakibat Fatal Loh! Gak Percaya? Nih Buktinya)
Jika dibanding dengan harga mainan modren, harga mainan buatan Mbah Boni ini tak ada nilainya.
Untuk satu mainan dihargai Rp 500 sampai Rp 1.000 per buah, Itupun tidak tiap hari terjual.
Di desa itu, sebagian besar warganya memang berprofesi membuat kerajinan dari tanah liat.
Namun sebagian besar telah ikut program transmigrasi ke Papua, Irian Jaya.
Mbah Boni termasuk yang menolak pindah, dan dia lebih memilih ikut suaminya. Pilihannya itu yang membuat ia menetap di Banyuwangi.
Jika dilihat perkembangan desa Srono sekarang ini, tinggal Mbah Boni satu-satunya yang masih membuat mainan berbahan tanah liat.
"Jadi sekarang ya tinggal saya yang buat mainan seperti ini. Sudah tidak ada lagi penerusnya," kata lansia itu.
Lansia ini bertekad, ia akan terus menekuni pekerjaannya itu selama tubuhnya masih kuat.
(BACA JUGA Begini Jawaban Keluarga Ketika Ditanya Apakah Jupe akan Pindah Rumah Sakit)
Kesederhaan, keramahannya, membuat anak-anak di sekitar rumahnya senang untuk menemani Mbah Boni dalam melakuakn pekerjaannya.
Sepulang sekolah, biasanya anak-anak main ke rumah Mbah Boni, ada juga yang minta dibuatkan mainan.
Dan itu pulalah yang membuat Mbah Boni bahagia melakoni hari-harinya.
Dari perkawinannya dengn suaminya yang berprofesi sebagai petani, Mbah Boni dikarunia 5 anak, 12 cucu dan 12 buyut.
Sebagian besar anak-anak Mbah Boni tinggal di Bali.
Salah satunya tinggal bersama Mbah Boni.
Anaknya itulah yang setiap hari membantu untuk mengambilkan tanah liat sebelum Mbah Boni mengolahnya. (*)
(BACA JUGA Inilah 5 Makanan yang Tepat Hilangkan Stres, Makan yang Tepat Bukan Makan yang Banyak)