Find Us On Social Media :

Teledor Membagi Beras, Camat dan Kades di Purwakarta Dipaksa Nikahi nenek 87 Tahun

By Hery Prasetyo, Senin, 24 April 2017 | 04:09 WIB

Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi sedang berbincang mendengar curhatan sang nenek renta berumur 87 tahun asal daerahnya di pinggir jalan, Minggu (23/4/2017).

Grid.ID - Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi tak mau main-main soal kerja, apalagi menyangkut kepentingan rakyat miskin.

Maka, dia sangat geram saat menemukan Sahen (87), seorang nenek warga Desa Cipaisan, Kecamatan Purwakarta, yang mengaku selama ini tidak mendapatkan bantuan pembagian beras "Perelek" alias beras yang dikumpulkan dari warga berkategori mampu di wilayahnya, Minggu (23/4/2017).

Dedi pun langsung menelusuri kenapa bisa janda ini tidak menerima bantuan beras Perelek salah satu program daerahnya.

"Saya langsung tanya camat dan kepala desanya. Kenapa ada warga miskin seperti Nek Sahen ini tak terdata dan tak menerima bantuan beras Perelek."

"Saya pun menghukum camat dan kades karena teledor, tiga bulan honornya untuk diberikan ke Nek Sahen, atau segera nikahi nenek ini."

"Silakan pilih, mau pilih yang mana?" ungkap Dedi yang langsung memanggil bawahannya tersebut ke lokasi ditemukan Nek Sahen.

Sahen kali pertama ditemukan Dedi Mulyadi di kawasan pinggir Jalan Raya Bungursari tepatnya di Perempatan Haji Iming saat dirinya akan pergi ke Bungursari.

Nenek renta tua tersebut terlihat sedang berjalan kaki di pinggir jalan dengan menggendong bungkusan barang bekas.

Dedi pun memerintahkan sopir untuk berhenti dan kemudian menghampiri sang nenek.

"Saya tanya ibu dari mana dan mau ke mana? Dia bercerita hidup sebatang kara, punya anak satu. Dia  mengeluh tidak mendapat jatah beras Perelek. Saya tertegun merasa berdosa. Saya pun antar pulang ke rumahnya, sambil saya titipkan bekal untuk beberapa bulan," kata Dedi.

Pemerintah Kabupaten Purwakarta meluncurkan e-perelek atau elektronik perelek.

Program ini diluncurkan untuk menjaga ketahanan pangan.

Perelek adalah bentuk kebersamaan masyarakat desa.

Tiap warga mengumpulkan beras seikhlasnya. Biasanya satu atau setengah cangkir (gelas).

Lalu secara transparan diumumkan berapa banyak beras yang terkumpul.

Beras tersebut biasanya digunakan untuk saling membantu.

Warga yang tidak memiliki beras, akan mendapat bantuan beras perelek (beas perelek).

Atau bisa juga digunakan ketika sedang paceklik atau terkena musibah.

“Bentuk mudahnya seperti subsidi silang antara warga yang mampu dengan yang tidak mampu. Dan saya ingin lebih mengaktifkan kembali perelek ini,” ungkap Dedi. (Kompas.com)