Find Us On Social Media :

Sadis, Sudah 80 Albino Dibunuh dan Organnya Dijual, Katanya Bisa Datangkan Keberuntungan

By Hery Prasetyo, Kamis, 27 April 2017 | 19:00 WIB

Salah satu anak pengidap albino di Afrika.

Grid.ID - Albino bukan aib atau dosa turunan, juga bukan sebuah pertanda spiritual.

Albino merupakan kelainan pigmen yang membuat pengidapnya menjadi seperti bule.

Mereka kekurangan zat yang disebut melanin, hingga kulit, rambut, dan matanya jadi berwarna.

Manusia dengan kondisi albino bisa muncul di mana-mana, termasuk di Afrika yang secara genetik memiliki warna kulit hitam.

Namun, para albino sering kali mendapat perlakuan berbeda dari masyarakat.

Yang lebih mengerikan terjadi di Tanzania.

Albino di Tanzania tak pernah bisa tenang, karena sewaktu-waktu mereka bisa dibunuh.

Banyak pembunuh berkeliaran mencari albino.

Itu pula sebabnya, penyanyi reggae asal Tanzania, Sixmond Mdeka yang bernama panggung Ras Six, saat kecil tak berani keluar.

Dia lebih banyak berdiam di rumah dan kalau keluar dari rumah sebisa mungkin ditemani, karena takut diculik dan dibunuh.

Ini tak lepas dari sejarah gelap Tanzania soal albino.

Ada keyakinan yang disebarkan para dukun sejak dulu bahwa albino membawa keberuntungan.

Maka, para duku memburu mereka untuk dibunuh dan diambil bagian-bagian tubuhnya.

Seringkali, para dukun itu menyuruh pembunuh bayaran sebagau hunter albino.

Bagian tubuh Albino nantinya akan dijual sampai seharga 75.000 dolar AS (sekitar Rp1 miliar).

Para dukun itu mengatakan, bagian tubuh para albino itu bisa mendatangkan keberuntungan dan kekayaan.

Menurut BBC, sejak 2000 sudah ada 80 albino yang dibunuh.

Pembunuh diam-diam

Selain ancaman dari manusia dengan keyakinan sesat itu, albino juga memiliki ancaman serius lainnya.

Dengan kondisi kekurangan melanin, albino sangat rentan terkena kanker yang bisa membunuh secara diam dan perlahan.

"Ketika Anda tak memiliki melanin, tak ada perlindungan, Anda sangat rentan terhadap radiasi ultra violet. Ancaman ini tak hanya terjadi di pantai, tapi juga di mana pun," terang Dr Marc Glashofer dari Akademi Dematologi Amerika.

"Semakin dekat dengan ekuator, semakin kuat sinar matahari. Maka, risiko terkena kanker kulit semakin besar," tambahnya.