Grid.ID - Sudah 24 tahun silam, kasus kematian wanita pejuang buruh bernama Marsinah masih meninggalkan misteri.
Wanita pejuang hak-hak buruh ini diculik, dan tiga hari kemudian mayatnya ditemukan dalam keadaan mengenaskan pada tanggal 8 Mei 1993 di usia 24 tahun.
Hasil otopsi dari RSUD Nganjuk dan RSUD Dr Soetomo Surabaya menyimpulkan bahwa Marsinah tewas kerena penganiayaan berat.
Awal cerita bermula dari sini.
Marsinah, adalah gadis desa yang sederhana, namun bercita-cita ingin berkuliah di Fakultas Hukum. Karena keterbatasan ekonomi keluarga, maka ia memutuskan untuk bekerja.
Ia pun diterima sebagai buruh di PT Catur Putra Surya (PT CPS) di Kawasan Industri Rungkut, Surabaya, pada tahun 1990.
Gajinya yang jauh dari cukup, membuatnya harus banting tulang. Di luar jam kerja ia berjualan nasi di sekitar pabrik.
Di tempatnya bekerja, ia dikenal sebagai buruh yang kritis. Hingga ia bersama teman-temannya menuntut dibentuknya Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).
Karena wanita ini dianggap berbahaya, maka perusahaan memindahkannya ke Porong, Sidoarjo pada tahun 1992.
Di tempat baru ini keberaniannya justru semakin terlihat. Ia bersama 14 perwakilan buruh berniat akan melakukan perundingan dengan perusahaan.
Mereka menuntut kenaikan upah dari Rp 1700 menjadi Rp 2250. Aksi merekamendapat dukunagn dari buruh lainnya. Mereka sepakat untuk melakukan unjuk rasa pada tanggal 3 dan 4 Mei 1993.
Tuntutan mereka bukan tanpa alasan. Mereka mengacu pada surat edaran dari Gubernur Jawa Timur No. 50/Th. 1992 yang isinya imbauan kepada pengusaha agar menaikkan kesejahteraan karyawannya dengan memberi kenaikan gaji sebesar 20% dari gaji pokok.