”Akhirnya, SMP itu dua kali saya dikeluarin sekolah. SMA 8 kali dikeluarin karena jualan di sekolah, mukulin orang, ngerusak arang. Udah pasti, nilai pada ancur, dan saya dianggap bermasalah,” katanya waktu itu juga fisiknya sudah mulai ancur.
”Jadi organ-organ mulai bermasalah, gangguan ginjal, liver, jantung. Pokoknya sakit di berbagai organ tubuh. Saya juga ngalamin masalah psikis dan gangguan juga,” bebernya.
Mentok di tengah jalan
Dalam suatu perjalanan, ada saja kalanya kita menemukan jalan buntu alias mentok. Yang sehat saja bisa mengalaminya, apalagi dengan orang yang sakit secara mental dan fisikn.
”Memang ada titik mentoknya, waktu lagi banyak masalah itu, saya sampai coba bunuh diri. ’Ya udahlah selesain aja!’” kenangnya waktu Yerry ngomong ke diri sendiri.
Dalam pikiran Yerry sewaktu dirawat di rumah sakit, dia sempat memprediksi jalan hidupnya yang sedang kacau. Berangan-angan bahwa dirinya sudah nggak diterima oleh lingkungan karena dianggap sampah masyarakat, dia pun merasa putus asa.
”Kampus mana yang mau terima say? Pada waktu itu saya DPO, jadi target operasi, kerja pun nggak bisa, perusahaan mana yang mau nerima pemakai. Keluarga nolak, sekolah nolak, lingkungan nolak. Jadi kayaknya nggak ada harapan,” cerita Yerry itu mewakili 5 juta penggna narkoba di Indonesia. Mungkin sebagian besarnya mengalami hal yang sama.
”Ujungnya pasti gitu, kalo nggak masuk rumah sakit, penjara, ya begitu mati bunuh diri,” kata Yerry yang pada akhirnya pernah menenggak racun serangga.
”Saya berani bilang, yang lain nggak perlu ngalamin, biar saya aja!”
Keluar masuk RSKO (Rumah Sakit Ketergantungan Obat) untuk mengikuti terapi yang banyak sekali pun ternyata nggak bisa mengembalikan keadaan Yerry seperti semula. Berkali-kali dia datang berobat, namun selalu gagal dan balik lagi ”menagih” rasa penasaran yang nggak pernah ada habis menggerogotinya.
Sampai peristiwa malam itu, ia betul-betul menenggaknya.
”Tiba-tiba saya minum Baygon, tapi saya dapet pertolongan Tuhan. Tertolonglah malam itu sehingga saya tetap hidup sampai sekarang. Dari situ saya ada sedikit harapan. Meski saya nggak berdaya, tapi saya (akhirnya) punya keluarga,” ucapnya.
Ada kisah yang terlewatkan, bahwa selama penasaran sama narkoba, Yerry dan kakaknya Benny sempat ditinggal sang ayah yang jarang tinggal di rumah karena tugas dan pekerjaannya. Kurangnya perhatian itu bikin kakak beradik ini nggak canggung mencoba narkoba. Namun, sejak orangtua kembali ke pelukan Yerry dan kakaknya, semua berubah.
”Jadi kalo saya definisikan rasanya, narkoba itu sinkron dengan rasa seorang anak yang sering dipeluk sama papa dan mamanya. Kalo anak itu, sering dapat itu semua, salah satu reaksinya sama kayak pake narkoba, yaitu menghasilkan dopamin, rasa bahagia,” jelasnya cuma sebagai mantan pecandu narkoba, Yerry menegaskan dopamin dari orangtua itu nggak bersifat sementara alias tahan lama.