Grid.ID – Alasan nomor satu kenapa orang mau mengonsumsi narkoba adalah penasaran.
Lalu, gimana cara mengobati rasa penasaran tersebut tanpa harus mencoba apalagi menggunakan narkotika dan obat-obatan terlarang secara rutin?
Nah, inilah jawaban atas doa-doa kamu, guys!
”Jadi bukan karena broken home, bukan karena pengen gaul atau apa? Tapi pengen tahu aja awalnya. Penasaran,” kata Yerry Pattinasarani dalam obrolan bersama hai.grid.id pada awal tahun ini.
(BACA JUGA: Young Lex Punya Pagar Biar Nggak Pakai Narkoba)
Memang, narkoba bikin banyak orang penasaran. Mulai dari pejabat, musisi sampai anak-anak muda seperti kita selalu tidak puas dengan jawaban dan pengen tahu lebih jauh soal bagaimana rasanya, efek kesenangan yang diciptakannya bahkan sensasi kenikmatan yang ditimbulkannya.
Katanya bikin ketagihan. Dan itu bikin banyak orang tambah penasaran?
Hal seperti itu juga yang dirasakan Yerry ketika dia pulang dari sekolah menengah pertamanya dulu di Jakarta.
Dalam kisahnya ini. Yerry mengaku dapat kesempatan pertamanya_pakai narkoba adalah saat dia masih berseragam putih biru dongker alias SMP.
Masih sangat muda dan sedang gila-gilanya dengan penasaran yang tinggi.
Penasaran dari Jalanan
”Jadi, tukang jualan minuman sekolah yang ngasih pertama kali. Jenisnya kayak nipam, hypno, dan demoli. Waktu itu, seperti anak-anak lainnya, biasanya kita pulang sekolah jajan, nah tiba-tiba tukang jajanan itu nawarin,” kenang Yerry Pattinasarany, anak dari mantan kapten Timnas Indonesia, Ronny Pattinasarany.
Karena nggak tahu apa-apa, di situlah dia coba-coba.
Yerry merasakan, tawaran abang-abang jualan minuman ringan itu memang menarik perhatian anak-anak sekaligus bikin penasaran bocah seusianya.
Dari situ, setiap keluar gerbang sekolah, dia menagih pil nipam yang katanya punya kekuatan rasa nikmat yang sedikit lebih banyak dari sekadar mengkonsumsi rokok yang selama ini disesapnya.
”Rasa” Apaan Sih?
”Saya hilang kesadaran, nggak ingat sepanjang hari itu. Saya pun bayar bajaj pakai uang dollar. Waktu itu saya punya dollar (uang dari ayah), padahal ongkosnya cuma dua ribu. Saya nggak tahu tuh apa yang terjadi, banyak yang saya lewatkan,” ucapnya mulai bingung bentuk kenikmatan seperti apa yang betul-betul dirasakannya pada waktu menenggak pil nipam pertamanya itu?
Lantas, jika sekarang kenikmatan yang dimaksud begitu gampang dilupakannya, lalu kenapa Yerry masih terus mencobanya?
”Mereka (pengedar) emang sengaja jualan buat anak-anak sekolahan. Dikasih free, tiap hari begitu. ’Cobain aja nih, bakal bikin hidup lo lebih asik!’ begitu janji mereka bikin saya make sampai 8 tahun ke depan,” ungkapnya sedikit kesel.
Mulai ketergantungan
Jeratan narkoba, seperti yang dirasain Yerry emang pertamanya bikin pecandu terbiasa aja dulu.
Pengulangan menelan satu pil haram setiap pulang sekolah akhirnya bakal jadi kebiasaan yang bikin penggunanya mulai ketergantungan.
”Dari pulang sekolah minum satu-satu. Pas weekend, berani nyobain ganja, minuman, dan rutin begitu terus sampai terbiasa,” jelasnya.
Sampai ganja, kata Yerry, efek candunya belum terlalu kuat. Namun jeratan pergaulan narkoba tidak bakal berhemti sampai situ. Dia bakal ngebawa seseorang untuk ngejaga penasarannya sampai harus nyobain heroin, putaw, sabu-sabu, ekstasi dan barang-barang yang punya kekuatan lebih.
”Pergaulan yang buruk merusak kebiasaan yang baik,” ucapnya lagi-lagi menunjukan wajah menyesal.
Hancur Masa SMA?
Tak cuma jadi pengguna, Yerry udah berani untuk ikut mengedarkan narkoba ke teman-teman pergaulan lainnya. Dia melakukan itu demi bisa mendapat baranglain yang diinginkannya. Lagi-lagi, rasa penasaran itu nggak pernah habis meski telah mencobanya berulang kali.
”Padahal tadinya saya juara kelas. Juara tenis. Saya ranking 4 untuk tenis, dan di akademis paling nggak masuk 5 besar,” akunya waktu belum benar-benar terpengaruh narkoba. Namun seperti yang pernah disesalinya, sejak terjerat narkoba kehidupannya mulai kacau.
”Akhirnya, SMP itu dua kali saya dikeluarin sekolah. SMA 8 kali dikeluarin karena jualan di sekolah, mukulin orang, ngerusak arang. Udah pasti, nilai pada ancur, dan saya dianggap bermasalah,” katanya waktu itu juga fisiknya sudah mulai ancur.
”Jadi organ-organ mulai bermasalah, gangguan ginjal, liver, jantung. Pokoknya sakit di berbagai organ tubuh. Saya juga ngalamin masalah psikis dan gangguan juga,” bebernya.
Mentok di tengah jalan
Dalam suatu perjalanan, ada saja kalanya kita menemukan jalan buntu alias mentok. Yang sehat saja bisa mengalaminya, apalagi dengan orang yang sakit secara mental dan fisikn.
”Memang ada titik mentoknya, waktu lagi banyak masalah itu, saya sampai coba bunuh diri. ’Ya udahlah selesain aja!’” kenangnya waktu Yerry ngomong ke diri sendiri.
Dalam pikiran Yerry sewaktu dirawat di rumah sakit, dia sempat memprediksi jalan hidupnya yang sedang kacau. Berangan-angan bahwa dirinya sudah nggak diterima oleh lingkungan karena dianggap sampah masyarakat, dia pun merasa putus asa.
”Kampus mana yang mau terima say? Pada waktu itu saya DPO, jadi target operasi, kerja pun nggak bisa, perusahaan mana yang mau nerima pemakai. Keluarga nolak, sekolah nolak, lingkungan nolak. Jadi kayaknya nggak ada harapan,” cerita Yerry itu mewakili 5 juta penggna narkoba di Indonesia. Mungkin sebagian besarnya mengalami hal yang sama.
”Ujungnya pasti gitu, kalo nggak masuk rumah sakit, penjara, ya begitu mati bunuh diri,” kata Yerry yang pada akhirnya pernah menenggak racun serangga.
”Saya berani bilang, yang lain nggak perlu ngalamin, biar saya aja!”
Keluar masuk RSKO (Rumah Sakit Ketergantungan Obat) untuk mengikuti terapi yang banyak sekali pun ternyata nggak bisa mengembalikan keadaan Yerry seperti semula. Berkali-kali dia datang berobat, namun selalu gagal dan balik lagi ”menagih” rasa penasaran yang nggak pernah ada habis menggerogotinya.
Sampai peristiwa malam itu, ia betul-betul menenggaknya.
”Tiba-tiba saya minum Baygon, tapi saya dapet pertolongan Tuhan. Tertolonglah malam itu sehingga saya tetap hidup sampai sekarang. Dari situ saya ada sedikit harapan. Meski saya nggak berdaya, tapi saya (akhirnya) punya keluarga,” ucapnya.
Ada kisah yang terlewatkan, bahwa selama penasaran sama narkoba, Yerry dan kakaknya Benny sempat ditinggal sang ayah yang jarang tinggal di rumah karena tugas dan pekerjaannya. Kurangnya perhatian itu bikin kakak beradik ini nggak canggung mencoba narkoba. Namun, sejak orangtua kembali ke pelukan Yerry dan kakaknya, semua berubah.
”Jadi kalo saya definisikan rasanya, narkoba itu sinkron dengan rasa seorang anak yang sering dipeluk sama papa dan mamanya. Kalo anak itu, sering dapat itu semua, salah satu reaksinya sama kayak pake narkoba, yaitu menghasilkan dopamin, rasa bahagia,” jelasnya cuma sebagai mantan pecandu narkoba, Yerry menegaskan dopamin dari orangtua itu nggak bersifat sementara alias tahan lama.
Dia melanjutkan, kekuatan keluarga yang dimaksud bukan sekadar pelukan, tetapi cinta, kasih dan sayang akan sanggup memulihkan.
Bukan cuma bikin pengguna narkoba berhenti, bahkan lebih dari itu.
Bentuk dukungan dan perhatian mereka juga bisa mengembalikan pemakai menjadi sosok yang bisa berkaya, sehat dan melakukan sesuatu yang berguna
”Kita bisa bikin narkoba sendiri. lewat cinta, kasih sayang, belaian dan pelukan orang tua kita. Saya berani jamin, nggak akan ada yang pakai narkoba, kalo semua itu dilakukan. Kenapa? Karena emang enakan pelukan papa mamalah, saya udah mersakan. Cuma masalahnya hal itu jarang terjadi dilakukan masyarakat kita,” jelasnya lagi.
Sembuh total?
”Kalo keluarga befungsi, pecandu nggak perlu dibawa ke rehabiltasi,” ucap Yerry lagi.
Namun, dia yakin, kesembuhan itu tidak akan total jika tidak didukung gerakan masyarakat. Pasalnya, sindikat narkoba bakalan tetap ada, jenis narkoba juga bakal terus bertambah dan semakin lebih canggih lagi bentuk dan rupanya.
Untuk itu, tindakan masyarakat adalah obat paling mujarab dalam menyembuhkan. Terlebih lagi dalam mencegahnya sebelum kejadian.
”Yang paling bisa ngebuat perubahan adalah kepedulian masyarakat. BNN sama polisi kerja mati-matian tanpa kepedulian masyarakat itu omong kosong. Makanya stop cuek!” ujarnya.
Dijelaskan, Yerry #GerakanStopCuek itu adalah bentuk edukasi bagi masyarakat untuk ikut peduli dengan sekelilingnya. Bukan cuma melihat tapi bertindak secara tegas.
Pertama kali mencetuskan program ini, diakui Yerry adalah saat dia menemukankembali kehidupannya dengan keluarga papa-mama yang lebih baik.
Dia mulai sedikit demi sedikit ninggalin narkoba dan ngehidar dari sindikat peredaran narkoba. Meski sulit dan berbahaya dia melakukannya.
”Sebelumnya, saya beberapa bulan tinggal di jalan, karena nggak bisa tinggal di rumah, kita bermasalah dengan sindikat, kita yang pernah jualan dan mau berhenti itu susah minta ampun. Itulah dunia yang sebenarnya. Bandar-bandar nggak pernah ngasih tahu diawalnya, karena mereka nggak tahu akhirnya begini,” jelas Yerry yang kini sudah punya anak istri.
Gimana, masih penasaran sama narkoba atau mau sehat biar bisa ikut banyak kegiatan positif selama hidup kita? (*)