Seperti dilansir dari vice.com, pada tahun 2006, seorang wartawan Australia bernama Paul Raffaele, juga pernah mengunjungi suku Korowai.
(BACA JUGA Lagi Ngetrend Kirim Karangan Bunga, Setelah Balai Kota Sekarang 3 Lokasi Ini yang diserbu )
Raffaele berhasil bertemu dengan suku Korowai setelah dipandu oleh Kornelius, seorang asli Sumatra yang telah bertemu suku Korowai sepuluh tahun sebelumnya.
Pemandu wisata Raffaele saat itu mengatakan, bahwa masyarakat Korowai kini masih memiliki kebiasaan memakan daging manusia.
Namun ritual ini sudah jauh berkurang sejak mereka mulai mengenal dunia luar.
Berdasarkan kepercayaan suku Korowai, mereka hanya membunuh manusia yang dianggap melanggar aturan terhadap kepercayaan mereka.
(BACA JUGA Duh, Jupe Dilarikan Mendadak, Tampak Lemah dan Tipis, Lihat Foto-fotonya )
Suku Korowai belum mengenal kuman penyakit, sehingga jika seseorang tewas secara misterius, mereka akan menganggapnya karena ulah penyihir (khuakhua).
Maka, warga yang dicurigai sebagai penyihir akan diadili.
Anggota tubuh orang yang dianggap penyihir yang mati akan dibagi-bagikan kepada semua warga.
Otaknya akan dimakan selagi hangat.
Orang yang membunuh penyihir berhak menyimpan tengkoraknya.
(BACA JUGA Sadis, Sopir di Garut Sengaja Lindas Istrinya Sendiri dengan Truk Tronton Hingga Hancur )
Jadi, bagi masyarakat Korowai, membunuh dan memakan daging manusia adalah bagian dari sistem peradilan pidana mereka.
Setelah memakan habis tubuh khuakhua, mereka akan memukul-mukul dinding rumah tinggi mereka dengan kayu sambil bernyanyi semalaman.
Menurut Raffaele, meski masyarakat Suku Korowai memiliki kebiasaan memakan daging manusia (kanibal), hal itu ternyata tidak dilakukannya setiap saat.
“Mereka juga memakan daging hewan yang biasa diburu seperti burung kasuari, ular, kadal, rusa, atau babi hutan."
"Mereka juga memenuhi nutrisinya dengan makan larva kumbang,” tutur Raffaele. (*)