Find Us On Social Media :

Kisah Soekarno dan Janda Perawan yang Menurunkan Darah Perjuangan pada Maia Estianty

By Hery Prasetyo, Selasa, 16 Mei 2017 | 01:35 WIB

Siti Oetari, putri Hos Tjokroaminoto yang juga nenek Maia Estianty.

Grid.ID - Namanya jarang disebut-sebut, namun dia bagian dari kisah perjuangan bangsa Indonesia menuju kemerdekaan.

Dialah Siti Oetari. Jika kemudian perjuangan Indonesia sukses dan mengangkat presiden pertama, Ir Soekarno, maka Oetari pun tak bisa dilupakan begitu saja.

Dia ikut hadir pada pelantikan Soekarno menjadi presiden RI pada 1945.

Namun, itu pertemuan terakhir Oetari dengan Soekarno.

Oetari tak lain adalah wanita pertama yang dinikahi Oekarno.

Dia putri pertama HOS Tjokroaminoto, guru dan tokoh pergerakan yang mendirikan Serikat islam (SI), organisasi yang kemudian melahirkan tokoh-tokoh penting pergerakan.

Di rumah Tjokroaminoto pula, di Surabaya, Soekarno kos dan akhirnya menikah dengan Oetari pada 1921.

(BACA JUGA: Maia Estianty dan Melly Mono Tampil Duet, Inikah Next Duo MAIA...)

Usia Oetari saat itu baru 16 tahun dan Soekarno 20 tahun. Namun, Oetari masih kekanak-kanakan, sementara Soekarno sudah jauh maju ke depan dalam pemikiran dan perjuangan.

Soekarno dianggap memahami pernikahannya dengan Oetari sebagai "kawin gantung".

Salah satu alasan Soekarno, Oetari dianggap terlalu muda.

Dalam otobiografi Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, kepada Cindy Adams, Soekarno bahkan mengatakan tidak pernah "menyentuh" Oetari.

Siti Oetari tetap dijaganya dalam keadaan "suci", sampai mereka bercerai baik-baik pada 1923.

Namun, ini bukan berarti karena Soekarno tidak menyayangi Oetari. Soekarno merasakan sayang sebagai adiknya, dan bukan birahi.

"Berkali-kali aku mengelap tubuhnya yang panas dengan alkohol dari ujung kepala sampai ke ujung jari kakinya. Namun, tidak sekali pun aku menjamahnya," tutur Soekarno ketika merawat Oetari yang saat itu sakit.

"Kami tidur berdampingan di satu tempat tidur, tetapi secara jasmaniah kami sebagai kakak beradik," ucap Soekarno.

Setelah perceraian, Oetari akhirnya menikah dengan Sigit Bachroensalam.

Nah, salah satu anak Oetari-Sigit Bachroensalam itu adalah Harjono Sigit, mantan Rektor Institut Teknologi Surabaya.

Darah pahlawan

Ketika film Tjokroaminoto tayang April 2015, sutradara hanung Bramantya tidak menyinggung peran Oetari ini.

Padahal, bagaimanapun dia merupakan istri sah pertama Soekarno dan akhirnya juga melahirkan tokoh-tokoh juga.

Harjono Sigit yang merupakan putra Oetari, tak lain adalah ayah kandung Maia Estianty.

Artinya, mantan istri Ahmad Dhani ini sebenarnya seorang cicit pahlawan HOS Tjokroaminoto.

Meski begitu, Maia Estianty ternyata tak terlalu mengenal buyutnya, kecuali cerita dari ayahnya.

Sebab, HOS Tjokroaminoto meninggal pada usia 52 tahun, tepatnya pada 17 Desember 1934

”Waktu SD, ayah saya cerita tentang beliau,” kenang Maia suatu saat kepada media.

”Tahunya cuma, oh beliau dipasang sebagai nama jalan, oh beliau pahlawan,” lanjutnya.

(BACA JUGA: Disebut Calon Manten, Maia Estianty Segera Lepas Masa Janda?)

Maia tak terlalu merasa wow sebagai keturunan pahlawan Tjokroaminoto.

Meski begitu, ini membuatnya semakin ingin tahu hingga ia membaca membaca majalah yang diterbitkan salah satu media besar di Indonesia tentang Tjokroaminoto.

Sampai puncaknya, dia terlibat dalam penggarapan film biopik Tjokroaminoto yang tayang April 2015.

Ibu dari Al, El dan Dul ini menceritakan, di dalam keluarganya ada pertemuan trah Tjokroaminoto.

Rutin setiap bulan dilakukan sejak dia masih anak-anak.

(BACA JUGA: Disinggung Poligami, Inilah Jawaban Skakmat Maia Estianty yang Langsung Membuat Bungkam)

Dari sanalah hubungan keluarga keturunan Tjokroaminoto tetap terjaga dengan baik.

Menurut Maia, ada satu pesan yang harus dijaga dari generasi ke generasi. ”Jaga nama harum keluarga,” tegas Maia.

Meski singkat dan sederhana, pesan itu sangat berat untuk diwujudkan. Apalagi bagi dia yang seorang public figure.

Belum lagi tuntutan untuk meneruskan perjuangan Tjokroaminoto. Baginya, yang buyutnya itu adalah orang yang sangat pemberani.

Meski begitu, tetap saja ada darah perjuangan di tubuh Maia Estianty.

Itu yang menjadi tantangan seorang Maia, meski perjuangannya sudah dalam bentuk lain.

Setidaknya, dia sudah memiliki mental luar biasa sebagai perempuan tangguh. (*)