Find Us On Social Media :

Menyusuri Jejak Langkah Sang Pengembara (1)

By Grid., Kamis, 18 Mei 2017 | 20:16 WIB

Moonstar Simanjuntak

Dengan ringan hati, Denni setuju menjadi sponsor utama perjalanan gila ini. Crop Adventure membekali saya dengan produk dan sejumlah uang sekitar Rp5 Juta di perjalanan pertama dan Rp1 Juta di tiap bulannya.

Elus dada, lumayan bisa bernafas lega sedikit!

Tapi, saya tetap berstrategi menggunakan koneksi untuk tempat tinggal dan berniat mencari pekerjaan buat kelangsungan mimpi ini. ANTARA FOKUS TERHADAP MIMPI DAN RASA TAKUT!

Senang menghadapi rencana besar berpetualang keliling Indonesia? Sudah pasti! Ketakukan? Tentu saja ada!

Buat memupuk semangat, saya putuskan untuk berbagai pada kawan lama.

Di awal, mereka menanggapinya dengan antusias, “Bagus ide lo, boi! Tapi…”, ini nih jeleknya, “Trus, makan lo bagaimana? Tidur di mana?”, nada keraguan ada dijawaban mereka. Jujur, perkataan tadi sedikit menjatuhkan mental saya.

Sebagian orang Indonesia memang (terkadang) lebih fokus pada rasa takut, sehingga membuat mereka berada di zona nyaman.

Saya menganggap semua itu sebagi cambukan untuk lebih bersemangat!

Senangnya, kawan lama asal Belgia, Annimie membuka pikiran saya. Ia bercerita, pernah melakukan perjalanan ke Afrika dengan motor dan bertenda di pinggir jalan.

Pemikiran segar langsung terbesit di benak saya, “Kalau mau mengubah mindset harus berani keluar dari zona nyaman dan melakukan tindakan”.

Ketimbang terus memikirkan rasa takut, saya mulai mencari video penyemangat mulai dari pengkhotbah Jeffrey Rachmat sampai sebuah film berjudul Into the Wild.

Pernah menonton film cerita nyata dari seorang traveler bernama Christopher McCandless yang lebih dikenal dengan Alexander Supertramp?

Kisahnya tentang seorang remaja dari keluarga kaya yang mencari sebuah arti kebahagiaan dalam hidup.

Ia berani meninggalkan kenyamanan yang didapat dari kedua orangtuanya yang terbilang sejahtera. Ia bahkan percaya perjalanannya menyeberangi Amerika Utara dan menuju Alaska, bisa menjawab semua keresahannya soal hidup.

Di tiap perjalanan bahkan Alexander selalu menularkan semangatnya pada orang lain agar tidak hanya berdiam diri di zona nyaman.

Meski akhirnya ia meninggal di Alaska –karena memakan tumbuhan beracun, bagi saya ia sosok pemberani.

Saya menjadikan ucapan Alexander sebagai (salah satu) penyemangat penting untuk mewujudkan impian yang tersusun di depan mata.

Dengan tekat baja, saya pun memulai perjalanan gila mengelilingi Indonesia pada 7 Mei 2015.

Kalau saya dan Alexander saja bisa menghadapi ketakutan, mengapa kamu tidak? (Bersambung)