Find Us On Social Media :

Menyusuri Jejak Langkah Sang Pengembara (1)

By Grid., Kamis, 18 Mei 2017 | 20:16 WIB

Moonstar Simanjuntak

Grid.ID - Mengembara bagi Moonstar Simanjuntak awalnya bagai mimpi. Namun mimpi itu mulai menjadi kenyataan di  tahun 2014. Berbagai peristiwa mengharukan dan ajaib pun dialaminya. Seperti apa Moonstar sang pengelana menggapai mimpinya? Ikuti kisah berikut ini

Semua berawal  ketika saya berkelana 14 hari di Tanah Flores. 

Tak lama berselang, seorang teman tiba-tiba menawarkan sebuah proyek relawan di Papua pada Mei 2015.

Singkatnya, sebuah organisasi non-profit sedang melakukan pelayanan medis di pulau paling Timur Indonesia yang memiliki sumber daya alam yang kaya.

Setelah berpikir matang, saya pun memutuskan berhenti dari pekerjaan sebagai editor photographer di sebuah majalah di Jakarta.

Ya, tekad sudah bulat dan kebetulan kontrak kerja saya habis di bulan Mei, jadi kenapa nggak sekalian memberanikan diri melakukan sebuah langkah besar, yaitu berkelana keliling Indonesia!

Sebenarnya, pemetaan perjalanan sudah ada di pikiran saya begitu kabar soal proyek relawan sampai di telinga.

Apalagi, saya selalu yakin nggak ada sebuah kebetulan dalam hidup, semua sudah jadi rencana Yang Maha Kuasa.

Kita tinggal menangkap ‘sinyal’ dan punya keyakinan saja kalau semua memang sudah diatur.

Saat itu, saya pun dengan liar membayangkan perjalanan akan dimulai dari Papua-Maluku Utara-Sulawesi-Kalimantan-Sumatera-Jawa-Bali-NTB-NTT-Papua.

HITUNG-HITUNG UANG PERJALANAN

Berhubung, perjalanan gila pertama ke Flores sudah terdokumentasi dengan baik, saya pun berniat mencari sponsor.

Dimulai dari ‘mengetuk pintu’ perusahaan kamera besar.

Hasilnya? Ditolak mentah-mentah! Saya paham, mereka nggak mungkin senekat itu memberikan dukungan.

Saya belum sampai di tahap photographer kawakan.

Saya paham betul posisi saya, seorang photographer asal Belitung yang cinta panorama Indonesia dan mengadu nasib di Jakarta.

Meski sedikit kecewa, cara lain tetap saya pikirkan, akhirnya, link pertemanan lama pun kembali diubek-ubek.

Yang saya kontak adalah salah seorang adik kelas waktu kuliah di Institut Teknologi Harapan Bangsa, Bandung, Denni.

Ia ternyata punya usaha kecil seputar produk hiking dan adventure bernama @Crop Adventure.

Usahanya masih terbilang kecil dan sederhana, hanya melayani via instagram saja.

Produk yang dijual pun masih seputar sandal gunung. Mengapa tidak coba approach?

Saya ingat langkah besar ini dimulai dari sesuatu yang sederhana. Saya pun mulai presentasikan mimpi saya ke Denni.

Dari obrolan kami, ternyata ia malah melirik peluang baru untuk memproduksi produk lainnya, seperti, jaket, celana gunung, celana pendek hingga kaos.

Ternyata, ‘radar’ kami berada di area yang sama dan terjalin juga hubungan mutualisme di sini.

Dengan ringan hati, Denni setuju menjadi sponsor utama perjalanan gila ini. Crop Adventure membekali saya dengan produk dan sejumlah uang sekitar Rp5 Juta di perjalanan pertama dan Rp1 Juta di tiap bulannya.

Elus dada, lumayan bisa bernafas lega sedikit!

Tapi, saya tetap berstrategi menggunakan koneksi untuk tempat tinggal dan berniat mencari pekerjaan buat kelangsungan mimpi ini. ANTARA FOKUS TERHADAP MIMPI DAN RASA TAKUT!

Senang menghadapi rencana besar berpetualang keliling Indonesia? Sudah pasti! Ketakukan? Tentu saja ada!

Buat memupuk semangat, saya putuskan untuk berbagai pada kawan lama.

Di awal, mereka menanggapinya dengan antusias, “Bagus ide lo, boi! Tapi…”, ini nih jeleknya, “Trus, makan lo bagaimana? Tidur di mana?”, nada keraguan ada dijawaban mereka. Jujur, perkataan tadi sedikit menjatuhkan mental saya.

Sebagian orang Indonesia memang (terkadang) lebih fokus pada rasa takut, sehingga membuat mereka berada di zona nyaman.

Saya menganggap semua itu sebagi cambukan untuk lebih bersemangat!

Senangnya, kawan lama asal Belgia, Annimie membuka pikiran saya. Ia bercerita, pernah melakukan perjalanan ke Afrika dengan motor dan bertenda di pinggir jalan.

Pemikiran segar langsung terbesit di benak saya, “Kalau mau mengubah mindset harus berani keluar dari zona nyaman dan melakukan tindakan”.

Ketimbang terus memikirkan rasa takut, saya mulai mencari video penyemangat mulai dari pengkhotbah Jeffrey Rachmat sampai sebuah film berjudul Into the Wild.

Pernah menonton film cerita nyata dari seorang traveler bernama Christopher McCandless yang lebih dikenal dengan Alexander Supertramp?

Kisahnya tentang seorang remaja dari keluarga kaya yang mencari sebuah arti kebahagiaan dalam hidup.

Ia berani meninggalkan kenyamanan yang didapat dari kedua orangtuanya yang terbilang sejahtera. Ia bahkan percaya perjalanannya menyeberangi Amerika Utara dan menuju Alaska, bisa menjawab semua keresahannya soal hidup.

Di tiap perjalanan bahkan Alexander selalu menularkan semangatnya pada orang lain agar tidak hanya berdiam diri di zona nyaman.

Meski akhirnya ia meninggal di Alaska –karena memakan tumbuhan beracun, bagi saya ia sosok pemberani.

Saya menjadikan ucapan Alexander sebagai (salah satu) penyemangat penting untuk mewujudkan impian yang tersusun di depan mata.

Dengan tekat baja, saya pun memulai perjalanan gila mengelilingi Indonesia pada 7 Mei 2015.

Kalau saya dan Alexander saja bisa menghadapi ketakutan, mengapa kamu tidak? (Bersambung)