Pada saat itu anggota keluarga sedang menggelar doa untuk memohon kesembuhan.
Demikian dikatakan sang ayah seperti dilaporkan surat kabar The Star.
Sebelum meninggal, Thaqif sempat menuliskan catatan harian tentang pemukulan yang dialaminya di sekolah tahfiz tersebut bulan lalu.
Catatan harian itu ditulis hanya dua bulan setelah sang ibu mengirimkannya ke asrama di madrasah tersebut.
Bibi Thaqif, Dzuraidah Ahmad (38), mengatakan keponakannya tersebut sempat mengadu ke ibunya tentang pemukulan yang dialami.
Aduan tersebut sama dengan yang tertulis di catatan harian Thaqif.
Dikatakan, mereka rela mendapat giliran pertama untuk dipukuli agar bisa tidur cepat karena harus bangun pukul tiga pagi untuk shalat subuh.
“Keponakan saya mengatakan terkadang dirinya dan temannya menjadi relawan untuk dipukul lebih dulu sebelum tidur," ujar Dzuraidah seperti dilansir dari Freemalaysiatoday.com, Kamis (27/4/2017).
“Dia (Thaqif) menuliskan bagaimana dirinya dipukul tanpa alasan, dan dia mengaku tidak tahan dengan perlakuan serta minta untuk dipindah ke sekolah lain," kata Dzuraidah.
Catatan harian korban menyebut, jika seorang siswa membuat kesalahan di sekolah swasta itu, maka seluruh santri akan dihukum.
Salah satu tulisan di catatan harian tersebut menyebut sosok staf sekolah yang menyiksa dirinya hingga koma.
"Ya Allah, tolong bukakan hati orangtua saya untuk mengizinkan saya pindah ke sekolah lain, karena saya sudah tidak tahan.
Tolong ya Allah, kabulkan keiningan saya," demikian potongan catatan harian Thaqif seperti dikutip The Star. (*)