"Saya mencoba memaksa pikiran saya bahwa saya seolah-olah berlari memakai sepatu dan harus terus berlari," tambahnya.
Kisah Ibrahim ini menjadi viral di Estonia dan mendapat banyak simpati.
Apa yang dia lakukan dinilai sebagai insp[irasi besar.
Dia mengorbankan dirinya dan memberikan sepatu kepada orang lain.
Namun, Tuhan menjawab kebaikan hatinya dengan sukses sebagai juara.
Pelari asal Kenya ini memang sejak lama hidup dan berpikir sederhana.
Beberapa tahun lalu, dia hanya bekerja di kebon teh dengan keluarganya di pegunungan Kenya.
Ini yang justru membuat dia tertempa sebagai pelari. Dia sudah biasa berjalan atau berlari di pegunungan.
Meski bekerja berat di perkebunan teh, dia dan keluarganya tetap hidup dalam kemiskinan.
Nasibnya berubah ketika dia bertemu dengan pelari jarak jauh Estonia, Tiidrek Nurme.
Nurme melihat Ibrahim punya potensi tinggi. Namun, mereka sempat kesulitan berkomunikasi karena Ibrahim tak bisa berbahasa Inggris.
Namun, akhirnya Nurme membawa Ibrahim ke Estonia untuk menjadi partnernya berlatih lari.
Mereka sudah menjadi teman selama 5 tahun dan berlatih bersama selama 4 tahun.
Ibrahim pun kini menjadi atlet yang diperhitungkan secara internasional.
Ibrahim pun sekarang juga bias menyejahterkan keluarganya, meski dia harus sering bolak-balik Kenya-Eropa.
Aktivitasnya sebagai pelari profesional membuat kehidupannya terangkat.
Namun, Ibrahim Mukunga Wachira tetap merendah dan suka membantu orang lain. (*)