Laporan Wartawan Grid.ID, Kama Adritya
Grid.ID – Apakah kamu merasakan bagaimana cuaca di Indonesia terasa berubah dibandingkan dengan 5 atau 10 tahun yang lalu?
Di mana cuaca dan musim bergeser tak menentu?
15 tahun yang lalu masih ada omongan bahwa bulan yang akhirannya ‘ber’ maka berarti berada di musim hujan, sisanya adalah musim kemarau.
Kini, sudah tak jelas, kapan musim hujan dan kapan musim kemarau.
(BACA JUGA: Pulau Ini Terlarang Bagi Orang Luar, Karena Kamu Bisa Mati Jika ke Pulau Ini)
Karena cuaca bisa berubah-ubah dengan cepat, di satu waktu udara bisa terasa panas terik, lalu tiba-tiba berubah menjadi hujan badai.
Ketidakjelasan ini juga menyebabkan petani susah untuk memanen hasil tanamnya.
Para ahli dari Department of Global Ecology di Carnegie Institution for Science mengatakan bahwa anomali cuaca ini disebabkan karena global warming yang mengubah iklim cuaca di Bumi.
Salah satu batasan yang dinamakan ‘climate departure’, adalah batas yang menentukan perubahan iklim yang akan mengubah lingkungan secara hakiki.
Batasan tersebut dilihat dari suhu cuaca di tempat tertentu, misalnya pada sebuah kota.
(BACA JUGA: Bahaya Fidget Spinner Bagi Anak, Berikut 8 Tips Untuk Orang Tua Demi Masa Depan Anak)
Jika suhu rata-rata pada tahun terdingin di kota itu lebih panas daripada suhu rata-rata di tahun terpanas dunia, maka kota tersebut sudah mencapai batasan ‘climate departure’.
Misalnya, kota Jakarta memiliki suhu rata-rata 33 derajat celcius, sedangkan suhu rata-rata di tahun terpanas di dunia itu 32 derajat celcius, maka kota Jakarta telah melewati batas ‘climate departure’.
Dan sekalinya melewati batas tersebut, maka tidak akan bisa kembali seperti dulu lagi.
Akibatnya, perubahan iklim tersebut akan berdampak pada lingkungan dan gaya hidup di kota tersebut.
(BACA JUGA: Indahnya Planet Jupiter yang Gagah, Sekaligus Menyeramkan)
Contohnya: Tempat makan yang berada di luar bangunan akan bangkrut, karena tidak ada orang yang tahan berada di luar gedung akibat suhu yang sangat panas.
Tingginya suhu, dapat mengakibatkan gelombang panas yang mematikan. Sehingga orang akan lebih banyak yang menggunakan AC untuk mendinginkan tubuh. Akibatnya, konsumsi listrik juga akan meningkat tajam.
Belum lagi anomali cuaca yang akan semakin ekstrim, di mana hujan es akan semakin sering dan dapat merusak pepohonan maupun tanaman hias.
(BACA JUGA: Wanita yang Tubuhnya Dijadikan Meja Hidangan Sushi itu Mengamuk, Ternyata Ada Pelanggan yang...)
Setiap kota memiliki batas ‘climate departure’ yang berbeda-beda.
Jakarta dan Manokwari masuk ke dalam daftar kota yang paling cepat akan melewati batas tersebut.
Jakarta diprediksi akan melewati batas pada tahun 2029, sedangkan Manokwari lebih awal lagi di tahun 2020.
Untungnya, kebanyakan negara sudah menyadari potensi bahaya dari perubahan iklim ini, dan mulai melakukan sesuatu untuk mengurangi emisi karbon ke atmosfir Bumi.
Segala macam upaya ini, jika konsisten dilakukan akan menunda perubahan iklim di tiap kota.
Seperti Jakarta ke tahun 2042, dan Manokwari hanya ditunda 5 tahun yaitu di tahun 2025.
(BACA JUGA: Gadis Payung 13 Tahun Ini Gegerkan Dunia, Pesonanya Melebihi Maria Ozawa)
Musti ada langkah konkrit untuk menghentikan laju pertambahan dari perubahan iklim ini.
Untuk itu, butuh kerjasama dari semua pihak yang bisa dimulai dari diri kita sendiri dengan cara menghemat pengeluaran karbon.
Misalnya dengan cara beralih ke transportasi umum, dan menggunakan energi ramah lingkungan. (*)