Find Us On Social Media :

Ziarah Kebangsaan Toniel Kelimutu 1938, Menggugah Roh Persatuan dalam Keindonesiaan

By Hery Prasetyo, Sabtu, 3 Juni 2017 | 22:53 WIB

Toniel Kelimutu 1938 saat mengarungi selat.

"Ini saat yang tepat untuk menggugah dan mengingatkan, serta menziarahi gagasan Indonesia. Selain bertepatan dengan peringatan Kebangkitan Nasional, ada gejala di masyarakat yang melupakan ke-Indonesiaan kita," kata Edi Bonetski.

Dalam perjalanan "Ziarah gagasan Indonesia" itu, mereka sering menggelar performance art dan pertunjukan lain.

Mereka juga selalu membawa patung garuda untuk mengingatkan Garuda sebagai lambang negara yang memiliki banyak makna kebangsaan dan kenegaraan.

"Kami memulai perjalanan kebangsaan ini pada 20 Mei 2017 dari Gedung STOVIA, Museum Kebangkitan Nasional dengan mengikuti upacara 109 tahun Kebangkitan Nasional," jelas Edi.

Rangkaiannya juga dilanjutkan dengan pementasan Wayang Golek dari Sumedang dengan Judul Pramita Pertiwi, dengan dalang Ki Asep Sunandar.

Peziarahan Gagasan Indonesia adalah perjalanan 2500 kilometer, melewati kota, kabupaten, selat, pulau dari Jakarta menuju Ende, Nusa Tenggara Timur.

Ende menyimpan sejarah kebangsaan, karena pada 1935-1938 Presiden Soekarno diasingkan imperialis selama 7 tahun di pulau itu.

Namun, masa pengasingan itu justru membuat Bung Karno mampu menggali kebangsaan dan Pancasila lebih dalam.

Di rumah pengasingan Ende, Bung Karno melakukan interaksi permenungan kebangsaan hingga terciptalah lambang Negara burung Garuda dan Pancasila.

Tak jauh dari rumah pengasingan, Bung Karno membentuk grup Toniel Kelimutu pada tahun 1938.

Maka, Ziarah Gagasan Indonesia itu pun berakhir di Ende dengan melakukan pertunjukan dan dialog budaya, juga dialog kebangsaan. (*)