GRID.ID - Gambaran indah bekerja sebagai TKW (Tenaga Kerja Wanita) di negara tetangga sering jadi iming-iming banyak kaum perempuan di Indonesia.
Kisah sukses sejumlah TKW, seperti gaji berkecukupan, pulang ke kampung halaman bisa membangun rumah, jadi bumbu-bumbu sedap cerita tersebut.
Tapi, bagaimana susahnya bekerja menjadi TKW?
Di Hong Kong, salah satu masalah yang kerap dikritik para aktivis adalah minimnya fasilitas yang diterima oleh para TKW.
Pada 2014, kasus penderitaan TKW Indonesia bernama Erwiana Sulistyaningsih, muncul ke permukaan, sedikit membuka mata dunia.
Erwiana yang kerap disiksa dan disuruh tidur di lantai oleh sang majikan, menjadi potret bagaimana seorang TKW diperlakukan di sana.
Sayang, kasus ini ternyata tak juga membuat kondisi banyak berubah.
Melalui tulisannya, wartawan South China Morning Post, Rachel Bundy, menyebut bahwa masih sangat banyak TKW yang mendapat fasilitas minim.
Di antaranya, kamar tidur yang tak layak bagi mereka.
Dari hasil studi, 3 dari 10 TKW di Hong Kong, ternyata tidur di gudang, balkon, bahkan toilet!
Sementara sisanya, tidur sekamar dengan anak-anak majikan mereka.
Merasa prihatin dengan kondisi tersebut, Rachel Bundy, mencoba merasakan penderitaan seorang TKW ketika tidur.
Bundy pun bermalam di sebuah ruang gudang apartemen.
Hasilnya, Bundy pun tidur tak nyenyak.
Ia merasakan adanya perasaan claustrophobia, yakni rasa ketakutan karena berada dalam ruang yang sempit.
Ia sempat juga terbangun, setelah seekor kecoak hinggap di wajahnya.
Bundy merasa prihatin dengan kondisi ini.
Apalagi, seorang TKW harus beristirahat dalam kondisi ini, setelah seharian bekerja keras.