Find Us On Social Media :

Miris, Pabrik Like Palsu Sosmed Terbongkar, Pakai 474 iPhone dan 347 Ribu Kartu SIM

By Way, Rabu, 14 Juni 2017 | 20:51 WIB

Ratusan iPhone pemberi Like palsu

Grid.ID-Anda mungkin heran dengan beberapa akun di sosial media, yang tampaknya tak punya aktifitas yang bagus, tapi sering mendapatkan Like dalam jumlah besar.

Hal itu memang dilakukan untuk mendapatkan penilaian bahwa statusnya disukai oleh banyak orang.

Ujung-ujungnya, pengelola akun bisa menjual ke perusahaan atau pribadi yang ingin produknya mendapat perhatian khalayak luas.

Ternyata itu adalah pekerjaan bot, alias mesin pemberi Like palsu.

(Baca : Innalillahi Ini Para Seleb yang Tumbang di Bulan Ramadan, Nomor 3 Karena Kebanyakan Naik Pesawat! )

Clickfam atau pabrik Like memang seolah hantu, nyata dampaknya namun tak pernah terbayang seperti apa cara kerjanya.

Perusahaan bisa mendapatkan tingkat Like yang tinggi, begitu juga emoji positif, dan komentar-komentar.

Tujuannya tentu saja untuk mendapatkan citra bahwa seolah-olah produk mereka disukai banyak orang.

Namun, praktek buruk itu baru-baru ini terbongkar di Thailand.

(Baca : TERPOPULER: Menantu Sembunyikan Selingkuhan, Wanita Berwajah Aneh, dan Pamit Foto Prewedding Malah Dibunuh )

Menurut Bangkok Post seperti dilansir theverge, polisi dan tentara Thailand telah menggrebek sebuah rumah kontrakan di dekat perbatasan Thailand-Kamboja.

Mereka menemukan sebuah pabrik Like yang dijalankan oleh warga negara China, yaitu Wang Dong (33 tahun), Niu Bang (25), dan Ni Wenjin (32).

Ketiganya menjalankan bisnis pabrik Like palsu lewat ratusan iPhone 5S, 5C dan 4S, yang semuanya terhubung ke komputer lewat ratusan kabel.

Akun facebook Jiggie Jaa menunjukkan banyaknya iPhone yang dipakai dalam pabrik Like palsu.

(Baca : Trik Hemat Kuota Data Saat Mudik, Agar Bisa Terus Nikmati Hiburan dan Navigasi )

Total, ada 474 iPhone, 347.200 kartu SIM yang sudah tidak terpakai dari operator seluler Thailand, lalu 10 komputer dan laptop, serta sejumlah perangkat elektronik lainnya.

Awalnya, petugas mengira orang-orang itu menjalankan call center secara curang.

Namun tersangka mengatakan bahwa mereka dibayar untuk mengoperasikan jaringan akun bot yang luas di WeChat, jaringan sosial terbesar di China. 

Menurut Bangkok Post, ketiga pria China itu mengatakan bahwa ada sebuah perusahaan di China (yang tidak mereka sebutkan namanya) memasok telepon dan membayar mereka masing-masing 150.000 baht per bulan (sekitar Rp 58.7 juta)

(Baca : Keren! Pesona Masjid Kontemporer, Kubah Berkaca Aksen Ottoman, di Kota Cologne, Jerman )

Tugasnya adalah meningkatkan keterlibatan konsumen palsu di WeChat untuk produk yang dijual secara online di China. 

Operasi tersebut dilaporkan berkantor pusat di Thailand karena biaya penggunaan smartphone yang relatif murah.

Masalah bot WeChat ini bukanlah hal baru. 

Platform ini memiliki lebih dari 700 juta pengguna bulanan, sebagian besar di China.

(Baca : Hiii Ngeri! Paranormal Ngomong Seputar Kematian Jupe, Beda Orang Tapi Kok Sebut-Sebut Teman Artis Musuh Jupe )

Sementara Chatbots secara sah telah digunakan oleh pemilik merek untuk berinteraksi dengan klien.

Tapi mereka yang menjalankan praktek bot ini secara tidak benar malah merajalela.

Akhirnya kelompok pengirim spam dan pemilik merek yang mendongkrak mereknya secara palsu, malah menyukai dan mengikutinya.

Bangkok Post mengatakan bahwa orang-orang tersebut ditangkap atas beberapa tuduhan termasuk memperpanjang visa mereka, bekerja tanpa izin, menggunakan serta kartu SIM yang tidak terdaftar.

(Baca : Hadeeeww! Pakai Aplikasi Ini, Calo Incar Mereka yang Mau Jadi Mahasiswa Kampus Negeri )

Bahkan laporan terakhir dari Bangkok Post, mereka juga terlibat penyelundupan. 

Bekerja tanpa izin di Thailand bisa dihukum penjara lima tahun, atau denda berkisar antara 2.000-100.000 baht (sekitar Rp 800 ribu - Rp 39 juta), atau keduanya.

Polisi saat ini melihat bagaimana orang-orang tersebut dapat menyelundupkan begitu banyak smartphone ke Thailand dan memperoleh sejumlah besar kartu SIM lokal.

Padahal secara hukum mereka diharuskan menyimpan catatan pengguna setelah diaktifkan. (*)