Ia mengungkapkan selama 30 menit dirinya diinterogasi perihal buku tersebut, pekerjaannya, serta berapa banyak bahasa yang ia kuasai. Faizah Shaheen dilaporkan kepada pihak berwenang dalam penerbangannya ke Turki untuk berbulan madu.
"Selain marah, saya juga merasa kesal dan tertekan. Saya berjuang untuk menerima bahwa saya menjadi korban diskriminasi karena membaca buku tentang seni dan budaya," jelasnya.
"Dan setelah setahun berlalu, Thomson Airways gagal memberikan penjelasan atau permintaan maaf meski ada keterlibatan hukum," katanya lagi.
"Sikap ini membuat saya tidak memiliki pilihan selain meminta pernyataan dari pengadilan berdasarkan Undang-undang Kesetaraan."
Shaheen ditangkap dan diperiksa aparat kepolisian yang didasarkan pada Undang-undang anti-terorisme.
(Baca Juga: Ingin Membacakan Ikrar Talak Ke Evelyn, Ehhh Hakimnya Enggak Datang, Padahal Aming Ingin Memberikan Ini Ke Evelyn) Tim kuasa hukum Shaheen menyebutkan mereka telah melayangkan surat kepada Thomson, dengan mengatakan kepada perusahaan tersebut bahwa kliennya telah menjadi korban diskriminasi.
Dalam surat tersebut dicantumkan bahwa Shaheen yakin dirinya menjadi korban diskriminasi yang dilatarbelakangi masalah rasial.
Ravi Naik, dari kantor tim kuasa hukum ITN, mengatakan Thomson sudah mengetahui komunikasi awal, namun tidak menanggapi korespondensi semenjak Januari lalu.
"Undang-undang Kesetaraan memuat perlindungan yang kuat terhadap perlakuan diskriminatif atas dasar ras dan agama seseorang dan untuk alasan yang baik," katanya.
"Kami telah meminta pihak maskapai untuk meminta maaf, namun kami tidak pernah mendapat jawaban yang berarti."
Shaheen mengatakan ia tidak menginginkan ganti rugi, tapi "permintaan maaf dan penjelasan dari Thomson Airways untuk memastikan hal itu tidak akan pernah terjadi lagi".
Jo Glanville, direktur PEN Inggris - sebuah organisasi kebebasan berbicara di Inggris yang membantu mendanai buku yang dibaca Shaheen - mengungkapkan bahwa tindakan pihak maskapai Thomson merupakan "pelanggaran mendasar terhadap kebebasan, yang meruntuhkan kebebasan untuk membaca buku yang kita sukai di tempat umum" .