Grid.ID - Kakinya terluka serius akibat tertimpa tembok yang runtuh akibat gempa Donggala, 28 September 2018 lalu. Toh, meski menjadi korban musibah gempa Donggala bocah penggemar sepakbola ini tetap bersemangat merengkuh cita-cita.
Sambil duduk di sebuah gubug di tepi Pantai Hayalan, Salabomba, Kec. Banawa Tengah, yang dulu dilanda gempa Donggala, bibir mungil Achmad Yahya (6) sayup-sayup melantunkan lagu Pantai Talise.
Dengan suara yang agak cadel, bait demi bait lagu yang liriknya menggambarkan ganasnya gempa dan tsunami yang menerjang Palu-Donggala, senja 28 September 2018, lalu itu dilantunkan dengan penuh penghayatan.
Ketika lirik lagu bertutur tentang kejadian yang memilukan, kening anak sulung dari dua bersaudara itu mengerut.
Kedua matanya dipejamkan, suaranya mendadak berubah meninggi tatkala tiba pada bait yang menggambarkan dahsyatnya deru ombak yang meluluhlantkkan Bumi Kaili.
Urat lehernya tampak menonjol.
Bagi bocah bertubuh sedang yang duduk di kelas satu SD tersebut, lagu yang ia tembangkan itu memiliki makna yang amat dalam.
Baca Juga : 78 Hari Pasca Gempa Palu dan Donggala, Pasha Ungu Pastikan Kebutuhan Para Pengunsi Sudah Terpenuhi
Lagu itu mengingatkan dirinya pada tragedi alam yang nyaris merenggut jiwanya.
“Gempa saat itu menakutkan sekali,” kata Yahya ketika dijenguk oleh Sanusi dan Maman, anggota tim Jejaring Mitra Kemanusiaan-Oxfam (JMK-Oxfam), Kamis (13/12/2018), di lokasi pengungsian yang tak jauh dari rumahnya.
Namun, Yahya adalah sosok bocah yang luar biasa. Selain cerdas, ceria, dan penuh semangat, ia juga memiliki kemampuan komunikasi verbal diatas rata-rata anak sebayanya.
Ia dengan mudah akrab meski dengan orang yang baru dikenalnya. Saat berbicara, binar bola matanya tajam menatap orang yang menjadi lawan bicaranya.
Dengan gaya kekanak-kanakannya yang polos, ia menuturkan dengan runut bagaimana tragedi gempa yang menghancurkan kawasan perkampungannya itu terjadi.