Anak sulung pasangan Afandi (33) dan Husnia (30) itu mengisahkan betapa dirinya beruntung bisa lolos dari maut.
Meski untuk itu, ia harus mengalami disabilitas di bagian tulang pergelangan kaki kirinya akibat tertimpa tembok. Luka pada kaki itu membuat jalannya agak pincang.
“Tapi sekarang sudah mulai belajar main bola lagi,”ucapnya ceria.
Tembok Masjid Roboh
Yahya menceritakan, sore pada saat kejadian, seperti hari-hari sebelumnya ia bersama ayahnya bergegas menuju masjid desa untuk menunaikan ibadah salat Maghrib berjamaah.
Tak ada tanda atau firasat apapun bakal datang bencana dahsyat.
Usai mengambil air wudlu, Yahya langsung masuk ke masjid dan bergabung dengan jamaah lain. Belum selesai Irsyad, yang menjadi imam salat, melantunkan surat Al Fatihah, tiba-tiba lantai masjid bergetar kencang.
Semua jamaah sempoyongan hingga hampir terjatuh. Begitu menyadari terjadi gempa,semua jamaah, termasuk dirinya, langsung berhamburan keluar karena khawatir bangunan masjid akan roboh.
Naas, begitu sampai di luar masjid, kerasnya getaran gempa membuat tembok batako pagar luar masjid setinggi 2 meter roboh.
“Kaki kiri saya tertimpa tembok. Saya langsung jatuh,” kata Yahya menceritakan betapa paniknya orang-orang berlarian tak tentu arah.
Yahya masih beruntung. Ketika menoleh ke belakang, terlihat tubuh 2 temannya, Zahra dan Ningrum, sudah tergeletak tertimbun tembok.
“Saya lihat tubuh Zahra terlentang dengan darah keluar dari telinganya.” Zahra, kelas 5 SD, dan Ningrum yang duduk di bangku SMP itu akhirnya meninggal dunia. “Ibunya menangis terus,” kata Yahya dengan roman muka serius.