Di tengah kepanikan, Afandi, sang ayah, akhirnya berhasil menemukan Yahya diantara reruntuhan material tembok.
Baca Juga : Gelar Konser di Indonesia, Megadeth Lelang 2 Gitar untuk Bantu Korban Gempa Donggala dan Tsunami di Palu
Dengan cepat, ia singkirkan sisa material yang menimpa kaki anaknya, ia gendong dengan menggunakan sarung, lalu bergegas kembali ke rumah.
“Sampai di rumah, dengan perasaan panik, saya langsung mengajak istri dan anak bungsu saya, Achmad Alfaqi (4), meninggalkan rumah. Selain khawatir rumah roboh, saya juga lihat air keluar dari tanah melalui lantai rumah,” timpal Afandi yang ikut mendampingi Yahya saat wawancara.
Warga berusaha menjauh dari rumah karena gempa tak juga berhenti.
“Kaki saya yang berdarah tidak saya rasakan, saya ikut saja ketika digendong ke gunung. Yang penting selamat,” celoteh Yahya.
Warga desa kemudian menyelamatkan diri di sebuah hamparan bukit di lereng gunung yang dianggap aman.
“Ketika diturunkan dari gendongan, pergelangan kaki kiri saya sudah bengkak segini. Saya sudah tidak bisa berjalan,” kata Yahya sambil mengepalkan kedua telapak tangannya, memperagakan besarnya bengkak di kakinya yang cedera.
Ke Sekolah Digendong
Dalam suasana yang masih diliputi ketakutan terjadi gempa susulan, warga menghabiskan malam diatas bukit.
Mereka tidak berani turun. Para orangtua pun tidak ada yang tidur, kecuali anak-anak. “Malam itu saya tidur diatas kain yang digelar di atas rumput,” cerita Yahya.