Grid.ID - Hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Malaysia sejak tahun 1960-an mengalami pasang surut.
Pada awalnya hubungan Indonesia dan Malaysia memang tidak bisa terlepas dari sejarah, di mana antara kedua negara ini mempunyai beberapa kesamaan yaitu persamaan ras dan bahasa.
Kerajaan atau kesultanan di Malaysia banyak yang berhubungan erat dengan kesultanan yang ada di Indonesia.
(BACA: Bikin Haru, Inilah Kisah 17 Agustusan Al dan Prilly, Bareng Mantan Pejuang Kemerdekaan)
Latar belakang operasi Ganyang Malaysia disebabkan adanya rencana mengenai penggabungan negara-negara bekas jajahan Inggris yang berada di Asia Tenggara menjadi satu negara bernama Federasi Malaysia.
Federasi Malaysia terdiri dari Malaya, Brunei, Sabah, Serawak, dan Singapura.
Pembentukan Federasi Malaysia yang merupakan penggabungan dari negara-negara bekas jajahan Inggris-pun didukung oleh Inggris.
Pembentukan Federasi Malaysia mengalami problematika karena beberapa pihak ada yang setuju maupun tidak setuju atas pembentukan federasi tersebut.
Indonesia dan Filipina menjadi negara yang tidak setuju atas pembentukan Federasi Malaysia.
Pemerintah Filipina tidak setuju atas pembentukan Federasi Malaysia karena tuntutan Sultan Sulu dari Kasultanan Sulu atas wilayah Sabah yang masuk pada Federasi Malaysia.
Sultan Sulu dari Filipina mengklaim bahwa wilayah Sabah merupakan daerah kekuasaan dari Kasultanan Sulu.
(BACA: Ini nih, 4 Alasan Paling Masuk Akal Kenapa Kamu Nggak Boleh Makan sambil Nonton TV)
Ketidaksetujuan Pemerintah Indonesia mengenai pembentukan Federasi Malaysia karena Pemerintah Indonesia menganggap bahwa Federasi Malaysia merupakan proyek neo-kolonialisme dan neo-imperialisme dari Inggris yang akan mengepung Indonesia.
Pemerintah Indonesia berspekulasi bahwa pembentukan Federasi Malaysia bertentangan dengan politik Indonesia yang anti kolonialisme dan anti imperialisme dengan berbagai macam bentuknya, pembentukan Federasi Malaysia tidak melalui prosedur dalam hal keterangan-keterangan daerah-daerah koloni dan daerah tak berpemerintahan menurut Resolusi PBB No. 1514.
Isinya mengenai penentuan nasib sendiri bagi bangsa-bangsa yang masih terjajah harus melalui hasil pemilihan bebas atas kemauan sendiri dari rakyat, jika dari segi keamanan dan pertahanan dapat membahayakan Indonesia karena adanya pangkalan-pangkalan militer asing yang berada di daerah yang langsung berbatasan dengan wilayah Indonesia.
Untuk menghindari perselisihan lebih jauh antara Indonesia, Filipina, dan Malaysia, maka diadakanlah berbagai pertemuan dan perundingan yang menghasilkan persetujuan untuk menyelesaikan permasalahan antara ketiga negara ini.
(BACA: Ayahnya Jalan Jongkok ke Wisuda Anaknya, Membuat Sedih Semua Yang Melihat... Kenapa Ya?)
Penyelesaian melalui jalur diplomatik menemui jalan buntu. Diproklamirkan Malaysia sebagai suatu negara federasi pada tanggal 16 September 1963, pemerintah Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia.
Negara-negara lain seperti Jepang, Thailand, dan Amerika Serikat membantu untuk memberi kestabilan hubungan Indonesia, Filipina, dan Malaysia tetapi tetap tidak menemui titik terang.
Pemerintah Indonesia segera mengambil langkah untuk menggagalkan pembentukan Federasi Malaysia yaitu dengan konfrontasi Malaysia oleh Presiden Soekarno kepada Malaysia yang dikenal dengan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964 pada suatu apel besar di depan Istana Merdeka Jakarta.
Dalam apel besar ini, inti dari apa yang telah disampaikan oleh Presiden Soekarno adalah tentang memperhebat ketahanan revolusi Indonesia dan membantu perjuangan revolusioner rakyat-rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak, dan Brunei untuk membubarkan negara boneka Malaysia.
(BACA: Tega! Selamatkan Uang Puluhan Juta, Orang Ini Hanya Mendapatkan Balasan Permen)
Peristiwa Gerakan 30 September 1965 menjadi momen di mana Pemerintah Indonesia mengambil keputusan untuk menghentikan konfrontasi dengan Malaysia dan fokus terhadap kondisi dalam negeri untuk pemulihan keamanan yang ada di Indonesia setelah adanya peristiwa Gerakan 30 September 1965.
Upaya damai yang dilakukan Pemerintah Indonesia kepada Malaysia adalah mengirimkan misi militer Indonesia kepada Ali Murtopo dan L.B Moerdani dengan tujuan mengadakan pertemuan dengan Tunku Abdul Razak.
Untuk selanjutnya diadakan perundingan secara langsung kepada Malaysia agar penyelesaian konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia segera berakhir.
Perundingan Bangkok dan Piagam Djakarta Accord menjadi jalan damai antara Indonesia dan Malaysia hingga pada tanggal 31 Agustus 1967 Indonesia dan Malaysia resmi membuka hubungan diplomatik kembali. (*)