Mei 1946 Lie muda akhirnya menemui Hans Pandelaki dan Mohede, keduanya adalah pimpinan Laskar Kebaktian Rakyat Indonesia (KRIS) di jalan Cilacap, Menteng untuk menjadi anggota KRIS Barisan Laut.
Kemudian John Lie diberi surat pengantar oleh keduanya untuk berjumpa dengan AA Maramis.
( Baca : Mau Tahu Kamu Kegemukan atau Terlalu Kurus? Cek sendiri Pakai Cara Ini Loh )
Sesampainya ia bertemu dengan Maramis jalan John Lie untuk menjadi bagian dari angkatan perang Indonesia terbuka ia diberikan referensi untuk bergabung dengan Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) saat itu yang menjabat Kepala Staf Angkatan Laut ialah Laksamana M Pardi di Yogyakarta.
Setelah bertemu Laksamana M Pardi di Yogyakarta ia menceritakan pengalamannya ketika menjadi awak di maskapai pelayaran KPM (Koninlijk Paketvaart Maatschapij) dan bermaksud bergabung dengan ALRI.
Ketika ditanya oleh M Pardi "John Lie maunya pangkat apa? Karena pengalaman saudara banyak,".
John Lie menjawab, "Saya datang bukan untuk cari pangkat. Saya datang ke sini mau berjuang di medan laut. Karena hanya inilah yang saya miliki, yaitu pengalaman dan pengetahuan kelautan yang sekadarnya."
Akhirnya Pardi mengizinkan John Lie bergabung dengan ALRI ia diberi pangkat sebagai kelasi kelas III, memang pangkat yang rendah akan tetapi ia punya pengalaman saat bekerja di KPM dulu maka sering ada perwira ALRI yang bertanya soal kelautan kepada John Lie.
Pada September 1947, Kementrian Pertahanan membeli sejumlah kapal cepat, pihak ALRI kemudian mencari awak untuk mengoperasikannya.
Tugas dari awak kapal cepat itu ialah mengirim dan memasok persenjataan untuk angkatan perang Indonesia.
John Lie terpilih untuk mengawaki kapal cepat tersebut yang dinamai "The Outlaw".
Tanpa disadari olehnya ia sebenarnya menjadi penyelundup senjata bagi perjuangan republik Indonesia, dengan kapal cepatnya ia melayari rute Singapura-Labuan Bilik dan Port Swettenham.