Find Us On Social Media :

Pahlawan Nasional Berdarah Tionghoa Ini Buktikan Kalau Jiwa Raganya Adalah Merah Putih!

By Afif Khoirul M, Selasa, 22 Agustus 2017 | 21:57 WIB

Foto John Lie

Tinggal menuju ajal namun keajaiban terjadi sekali lagi tiba-tiba kapal Belanda tersebut kandas di karang dan tak bisa bergerak, The Outlaw segera kabur bersembunyi di Delta Tamiang.

Kejadian itu berlangsung saat kapal Lie selesai melakukan Docking di Penang.

Lolos dari bahaya itu kini giliran peswat udara Belanda menyekat, namun pesawat itu hanya berputar-putar di atas delta tamiang, mereka tidak melihat kapal John Lie yang bersembunyi di situ.

John Lie sampai berkata "Roh Kudus membungkus kami".

Gara-gara kejadian itu baling-baling kapal Lie copot satu buah mau tidak mau ia harus kembali ke Penang untuk melaksanakan perbaikan.

Setelah melakukan perbaikan The Outlaw kembali melakukan pelayarannya, disaat malam-malam memasuki selat Malaka ia bertemu dengan kapal tanker Belanda.

Benar saja kapten kapal tanker tersebut menghubungi unit patroli militer Belanda, tak selang berapa lama kemudian tibalah kapal patroli Belanda menyergap The Outlaw.

Tembakan meriam laut dari kapal Belanda itu begitu gencar hingga The Outlaw tak berkutik, hanya pasrah dan berdoa yang bisa dilakukan awak kapal John Lie.

Tiba-tiba keajaiban datang lagi cuaca disekitar menjadi memburuk kabut menyelimuti permukaan laut dan hujan turun dengan sangat deras.

Gelombang laut tiba-tiba membesar dan kapal Belanda tidak sanggup mengejar kapal The Outlaw karena memang kapal itu memiliki kecepatan yang tinggi dan karena cuaca buruk itu.

Pelayaran mencekam itu dari Phuket-Aceh itu hingga terpantau radio BBC, radio itu menyiarkan bahwa dengan segala pengalamannya The Outlaw lolos dari sergapan itu.

Sebelum meninggal sempat John Lie diwawancarai untuk menceritakan bagaimana situasi perjuangan saat itu.

"Tahun 1946-1947 itu kita harus bertindak sendiri. Sebab saya punya semangat untuk bekerja bagi negara, nusa dan bangsa. Apa saja saya hadapi. Membantu Republik pada waktu itu mencari devisa," tutur John Lie.

"Sebab kita banyak orang yang bantu negeri mencari devisa supaya jangan kita dipukul oleh kaum-kaum neokolonialisme. Sebab kita tidak ada dana. Itu tindakan yang baik sekali, dapat dana yang banyak,” ujarnya.

Saat wafat 27 Agustus 1988, anak asuh, pengemis, anak jalanan dan gelandangan memenuhi kediamannya di Menteng, Jakarta Pusat. Seorang Tionghoa yang selama ini menyantuninya telah pergi untuk selama-lamanya.

Namanya pun kini diabadikan untuk mengenang jasanya dengan menamai salah satu kapal perang Republik Indonesia, KRI John Lie.

(*)

artikel ini pernah ditulis oleh kompas.com dengan judul Kisah John Lie, "Hantu Selat Malaka", Pahlawan Penyelundup Senjata.