Grid.ID - Sate menjadi makanan favorit orang Indonesia.
Saking favoritnya, ada beragam jenis sate yang ada di Indonesia, mulai dari sate Madura, sate Padang, sate Blora, sate Tegal, hingga sate Maranggi.
Yang terakhir, jenis sate yang lagi ngehits di kalangan anak muda adalah sate Taichan.
Sate taichan mulai naik daun di kalangan masyarakat Jakarta tahun 2016.
Amir, yang dulul sempat berjualan sate bumbu kacang dari tahun 1981, merupakan pelopor sate taichan di daerah Senayan, Jakarta Pusat.
"Pertamanya ada pasangan yang laki-laki orang Jepang yang perempuan orang kita (Indonesia), masih ingat saya nama perempuannya, Inet. Laki-lakinya itu mau bikin sate sendiri. Dia kasih garam ke dagingnya sama jeruk (nipis) dan sambal. Terus saya tanya 'Ini sate apa namanya?' kata orangnya 'taichan!'," cerita Amir pada KompasTravel, yang dikutip Grid.ID.
Dari orang Jepang itulah nama dan resep sate taichan bermula.
"Inet, (pembeli) yang perempuan sampai sekarang masih sering makan sate taichan di tempat saya. Cuma yang laki-laki Jepang sudah tidak pernah," kata Amir.
Baca : Ditinggal Ibadah Haji Istrinya, Inilah yang Dilakukan Andre Taulany Saat Merayakan Idul Adha
Lalu, mengapa orang Indonesia suka dengan makanan sate?
Selain rasanya enak, sate digemari karena sate adalah makanan yang muncul sejak dulu kala.
Jika dilitilik dari sejarahnya, sate berasal pertama kali dari Pulau Jawa.
Kata "sate" atau "satai" diduga berasal dari bahasa Tamil.
Diduga sate diciptakan oleh pedagang makanan jalanan di Jawa sekitar awal abad ke-19, berdasarkan fakta bahwa sate mulai populer sekitar awal abad ke-19 bersamaan dengan semakin banyaknya pendatang dari Arab dan pendatang Muslim Tamil serta Gujarat dari India ke Indonesia.
Hal ini pula yang menjadi alasan populernya penggunaan daging kambing dan domba sebagai bahan sate yang disukai oleh warga keturunan Arab.
Baca : Hari Raya Idul Adha Tahun 2017, Momen Membahagiakan Bagi Maia Estianty, Ini Sebabnya
Dalam tradisi Muslim Indonesia, hari raya Idul Adha atau hari raya kurban adalah peristiwa istimewa.
Pada hari raya kurban ini daging kurban berlimpah dan dibagikan kepada kaum dhuafa dan miskin.
Kebanyakan mereka merayakannya dengan bersama-sama memanggang sate daging kambing, domba, atau sapi.
Dari pulau Jawa, sate menyebar ke seluruh kepulauan Nusantara yang menghasilkan beraneka ragam variasi sate.
Pada akhir abad ke-19, sate telah menyeberangi selat Malaka menuju Malaysia, Singapura, dan Thailand, dibawa oleh perantau dari pulau Jawa serta Madura yang mulai berdagang sate di negeri jiran tersebut.
Baca : 5 Tips Membakar Sate Daging Sapi atau Kambung, Nomor 5 Dagingnya Jadi Tak Mudah Kering
Pada abad ke-19 istilah sate berpindah bersamaan dengan perpindahan pendatang Melayu dari Hindia Belanda menuju Afrika Selatan.
Di sana sate dikenal sebagai sosatie.
Orang Belanda juga membawa hidangan ini ke negeri Belanda.
Hingga kini seni memasak Indonesia juga memberi pengaruh kepada seni memasak Belanda.
Sate ayam adalah salah satu lauk-pauk yang disajikan dalam hidangan Rijsttafel di Belanda.
Baca : Yuni Shara Ucapan Idul Adha, Netizen Pun Memuji Kecantiknya Berhijab
Rijsttafel yang dalam Bahasa Belanda berarti "meja nasi" merupakan cara penyajian makanan berurutan dengan pilihan hidangan dari berbagai daerah di Nusantara.
Cara penyajian seperti ini berkembang pada masa kolonial Hindia Belanda yang memadukan etiket dan tata cara perjamuan resmi Eropa dengan kebiasaan makan penduduk setempat yang mengkonsumsi nasi sebagai makanan pokok dengan berbagai lauk-pauknya.
Ada kisah unik nih tentang Presiden Soekarno dan sate.
Saat sedang dalam perjalanan pulang, beliau melihat tukang sate.
Beliau lalu memanggilnya dan memesan satenya dengan mengatakan, “Sate ayam lima puluh tusuk!”.
Rupanya saat itu Presiden Soekarno baru saja diangkat sebagai petinggi negara.
Konon, itulah perintah pertama beliau sebagai petinggi negara.
Menurut Presiden Soekarno, momen makan sate itulah yang menjadi perayaan pengangkatan dirinya sebagai petinggi negara. (*)