Laporan Wartawan Grid.ID, Ahmad Rifai
Grid.ID - Malala Yousafzai meminta agar Aung San Suu Kyi membuat pernyataan terkait kejadian yang begitu tragis dan memalukan di Myanmar.
Keduanya sendiri adalah 2 perempuan yang pernah meraih Nobel Perdamaian.
Merespon hal keji ini, Malala membuat sebuah pernyataan yang dipostingnye ke Twitter.
Dia bilang, "Dunia sedang menunggu."
(Baca juga: Biaya Pernikahan Fantastis, Ini Jumlah yang Harus Dibayar Raisa Kalau Gugat Cerai Hamish Daud!)
Suu Kyi sendiri sebenarnya punya jabatan penting di Myanmar untuk menangani kekerasan yang menimpa etnis Rohingya.
Setidaknya, hampir ada 90 ribu orang yang telah melarikan ke negara Bangladesh.
Malala bilang, "Selama beberapa tahun terakhir saya berulang kali mengutuk perlakuan tragis dan memalukan ini."
"Saya masih menunggu rekan peraih Nobel, Aung San Suu Kyi, untuk melakukan hal yang sama."
(Baca juga: Bukan Mama, Tapi Kalimat Ini yang Pertama Kali Diucapkan Oleh Adik Angkat Verrell Bramasta!)
Perempuan asal Pakistan ini menyerukan penghentian kekerasan pada etnis Rohingnya.
Dia juga menuntut kewarganegaraan yang legal dan diakui bagi mereka.
"Hari ini kita telah melihat beragam foto anak-anak kecil yang dibunuh oleh pasukan keamanan Myanmar."
"Anak-anak ini tak menyerang siapapun, namun rumah mereka dibakar habis," tegas Malala.
(Baca juga: Usai Resepsi, Raisa Meringis Kesakitan)
Dikutip wartawan Grid.ID, Ahmad Rifai, dari The guardian, bandan bantuan PBB telah menunda untuk mengirimkan bantuan pokok seperti makanan, air, dan obat-obatan.
Kantor Kordinantor Residen PBB di Myanmar bilang, "Situasi keamanan dan larangan kunjungan dari pemerintah membuat kami tak dapat memberikan bantuan."
Malala sendiri sebelumnya meraih Nobel Perdamaian pada 2014 setelah mengkampanyekan hak pendidikan untuk perempuan.
Secara ajaib dirinya sempat selamat dari peluru yang dilontarkan oleh milisi Taliban di Pakistan.
(Baca juga: Mantan Pacar Nagita Slavina Datang ke Pernikahan Raisa-Hamish Daud, Ketemu Gigi Eggak Ya?)
Sedang Suu Kyi, dia pernah dianugerahi penghargaan yang sama di tahun 1991.
Dia mendapatkan apresiasi tersebut atas perjuangan tanpa kekerasan untuk demokrasi dan hak asasi manusia.
Namun, kini Suu Kyi banyak dikritik dan diminta untuk menanggalkan penghargaan yang telah diraihnya.(*)