Grid.ID - Kisah bayi Debora yang memilukan, jadi perhatian netizen.
Bagaimana tidak, bayi yang punya nama lengkap Tiara Debora Simanjorang diduga meninggal akibat telat mendapatkan perawatan.
Kejadian di RS MItra Keluarga Kalideres, Jakarta Bart itu dipicu oleh kurangnya DP untuk biaya rumah sakit.
Orang tua Debora harus membayar uang muka perawatan di ruang PICU sebesar Rp 19.800.000, sementara ia hanya punya tabungan Rp 5 juta.
Meski sudah memohon dan bilang kalau siang hari kekurangannya akan dilunasi, pihak rumah sakit tak bergeming.
Nggak dapat penanganan sebagaimana mestinya, bayi Deboah akhirnya meninggal dunia.
Menanggapi kisah pilu yang sudah beredar luas itu, pihak RS Mitra Keluarga mengeluarkan pernyataan yang diunggah dalam situs resminya.
Seperti ini press realesenya.
Berkenaan dengan berita tentang ananda Deborah Simanjorang (yang terdaftar sebagai Tiara Deborah) yang beredar di media sosial, yang pada intinya menyatakan pasien meninggal dunia dikarenakan tidak mendapatkan fasilitas ICu berhubung keluarga pasien kesulitan biaya, dengan ini kami memberikan klarifikasi sekaligus menyampaikan fakta yang sebenarnya terjadi atas diri pasien sebagai berikut.
1. Pasien berumur empat bulan, berat badan 3,2 kilogram datang ke IGD MItra Keluarga Kalideres pada 3 September 2017 pukul 03.40 WIB dalam keadaan tidak sadar dan kondisi tubuh tampak membiru. Pasien dengan riwayat lahir premature memiliki riwayat penyakit jantung bawaan (PDA) dan keadaan gizi kurang baik
Dalam pemeriksaan didapatkan napas berat dan banyak dahak, saturasi oksigen sangat rendah, nadi 60 kali per menit, suhu badan 39 derajat celcius.
Pasien segera dilakukan tindakan penyelamatan nyawa (life saving) berupa penyedotan lendir, dipasang selang ke lambung dan intubasi (pasang selang napas), lalu dilakukan bagging atau pemompaan oksigen dengan menggunakan tangan melalui selang napas, infus, obat suntikan, dan diberikan pengencer dahak (nebulizer)
Pemeriksaan laboratorium dan radiologi segera dilakukan. Kondisi setelah dilakukan intubasi lebih baik, sianosis (kebiruan) berkurang, saturasi oksigen membaik, walaupun kondisi pasien masih sangat kritis.
Dokter juga menjelaskan kondisi pasien kepada sang ibu. Kemudian dianjurkan untuk penanganan di ruang khusus ICU.
2. Ibu pasien mengurus di bagian administrasi, dan dijelaskan oleh petugas tentang biaya rawat inap ruang khusus ICU, tetapi ibu pasien menyatakan keberatan mengingat kondisi keuangan.
3. Ibu pasien kembali ke IGD, dokter IGD menanyakan kepesertaan BPJS kepada ibu pasien, dan ibu pasien menyatakan punya kartu BPJS. Dokter pun menawarkan kepada ibu pasien untuk dibantu merujuk ke RS yang bekerjasama dengan BPJS, demi memandang efisiensi dan efektivitas biaya perawatan pasien. Ibu pasien setuju. Dokter pun membuat surat rujukan dan kemudian pihak RS berusaha menghubungi beberapa RS yang merupakan mitra BPJS. Dalam proses pencarian RS tersebut, baik keluarga pasien maupun pihak rumah sakit kesulitan mendapatkan tempat.
4. Pukul 09.15 WIB, keluarga mendapatkan tempat di salah satu rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Dokter rumah sakit tersebut menghubungi dokter Mitra Keluarga Kalideres untuk menanyakan kondisi Deborah. Sementara berkomunikasi antar dokter, perawat yang menjaga dan memonitoring pasien memberitahukan kepada dokter bahwa kondisi pasien tiba-tiba memburuk.
5. Dokter segera melakukan pertolongan pada pasien. Setelah melakukan resusitasi jantung paru selama 20 menit, segala upaya yang dilakukan tidak dapat menyelamatkan nyawa pasien.
Demikian uraian fakta yang sebenarnya terjadi, guna meluruskan simpang siur pemberitaan di media sosial, serta kami menghimbau agar masyarakat tidak mudah menelan informasi tanpa mencerna dan mendalami dahulu duduk persoalan sesunggugnya. Diatas segalanya, kami menyampaikan rasa prihatin dan belasungkawa yang sedalam-dalamnya kepada keluarga bapak/ibu T.Rudianto Simajorang/Henny Silalahi.