Laporan Wartawan Grid.ID, Ahmad Rifai
Grid.ID - Ratusan orang Yahudi ultra-Ortodoks bentrok dengan polisi di Yerusalem pada hari minggu waktu setempat.
Mereka memprotes keputuasan pengadilan yang mengharuskan bertugas sebagai tentara seperti orang Israel sekuler.
Demonstrasi ini diselenggarakan oleh sebuah kelompok garis keras yang dikenal sebagai Eda Haredit.
Yahudi ultra-Ortodoks berdiri di atas penolakannya terhadap budaya sekuler modern.
Istilah ultra-Ortodoks sendiri justru sebenarnya dianggap telah merendahkan banyak penganutnya.
Kelompok ini menganggap bahwa mereka adalah kelompok Yahudi yang paling religius otentik.
Dalam agenda demonstrasi tersebut, seorang Rabbi memberi pidato di Yiddish, di lingkungan Mea Shearim.
Pada sebuah spanduk, ada yang bertuliskan, "Kami orang Yahudi dan karenanya tak akan terdaftar sebagai tentara Zionis."
(Baca juga: Nggak Nyangka! Ternyata Putri Pertama Titi DJ Memiliki Kembaran Seorang Puteri Indonesia loh! Siapa ya Kira-kira?)
Protes jadi ricuh dan ganas tak karuan saat para demonstran memblokir jalan.
Para demonstran menolak untuk membubarkan diri.
Setidaknya, ada polisi huru-hara, para penunggang kuda, serta meriam air, yang hadir dalam tragedi ini.
Dikutip wartawan Grid.ID, Ahmad Rifai, dari Daily Mail, sebuah pernyataan polisi dalam bahasa Ibrani berbunyi, "8 perusuh menggunakan pendekatan kekerasan pada polisi, kini mereka sudah ditangkap."
(Baca juga: Nggak Nyangka! Ternyata Putri Pertama Titi DJ Memiliki Kembaran Seorang Puteri Indonesia loh! Siapa ya Kira-kira?)
"Mereka menduduki jalan dengan berbagai cara."
"Mereka meneriakkan slogan-slogan menentang polisi."
Tambahnya, "Mereka melemparkan batu ke polisi."
Sebelumnya, keputusan Mahkamah Agung (MK) Israel telah menjatuhkan aturan yang mengkecualikan para orang ultra-Ortodoks hanya sibuk di studi agama.
(Baca juga: Pernah Ikuti Ajang Miss World, Ini Dia Transformasi Titi DJ Sejak Dulu Hingga Sekarang, Pantes Kalau Anaknya Cantik!)
Bila tak begitu, bagi MK Israel, hal ini akan terus merongrong kesetaraan.
Aturan baru akan membuat para ultra-Ortodoks juga dapat berkontribusi dalam dinas militer.
Namun, hal ini membuat perdebatan panjang yang punya implikasi politik yang masih kabur.
Selama beberapa dekade, bergulir perdebatan tentang apakah para ultra-Ortodoks muda yang belajar di seminari harus menjalani wajib militer seperti orang Israel lainnya.
(Baca juga: Enggak Cuma Tajir Tapi Juga Cantik! Ternyata Ini Loh Rahasianya Adik Nagita Slavina)
Rencananya, setelah mencapai usia 18 tahun, laki-laki harus berpartisipasi selama 2 tahun 8 bulan.
Sedang wanita harus berpartisipasi selama 2 tahun
Kini pengadilan harus menunda keputusannya selama 1 tahun demi memperisapkan aturan yang baru.
Momen ini memberi pemerintah kesempatan untuk mengeluarkan undang-undang baru.
(Baca juga: Pakai Sepatu Murah, Beginilah Penampilan Istri Presiden AS, Melania Trump Saat Mengenakan Sneakers)
Di lain sisi, beragam partai politik ultra-Ortodoks beserta sekutunya di pemerintahan sedang menyusun sebuah undang-undang baru.
Tujuannya tetap sama, berusaha mengesampingkan putusan pengadilan.
Mereka berusaha agar bisa mengesampingkan putusan pengadilan dan membebaskan mereka dari aktivitas militer.
Partai ultara-Ortodoks sendiri punya bagian penting di koalisi pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.(*)