"Beberapa hari kemudian barang ini entah ke mana, tidak sampai ke tempat yang dituju. Saat dikontak barang itu raib. Saat ditelusuri, katanya barang tersebut ada yang ambil, yang ambil itu namanya Totok Suhadi. Padahal kami tujukan barang itu ke Toto atau Suhadi (dua orang)," lanjut Henry.
Henry mengatakan, pihaknya menduga ada modus penggelapan barang dengan memalsukan identitas.
"Yang anehnya pengakuan DHL, kamera itu diambil atas nama itu. Siapa? Kami enggak kenal. Dugaan kami ada modus. KTP ini kami yakin itu palsu," kata Henry.
(Baca: Dea Imut Tertimpa Musibah, Ingin Untung Malah Buntung)
"Jadi diduga ada permainan sampe ada waktu untuk buat KTP. Saya pikir aman-aman aja, karena di DHL. Saya ekspedisi barang berkali-kali, bukan sekali. Peluang hilang enggak ada klo pihak ekspedisinya profesional," sambung Diad.
"Ini ada suatu modus, bisa dibuat KTP-nya dulu. Kami minta dikirim ke alamat rumah, kok itu malah diambil di DHL? Dan kok bisa tahu kalau kami mengirim kamera, lalu diambil atas nama Totok Suhadi di sana?" tambah Henry.
Setelah itu, ibunda Dhea, Masayu Chairani meminta solusi dari pihak DHL, tetapi DHL menganggap masalah tersebut telah selesai.
Dhea lantas mengambil jalur hukum untuk menyelesaikan masalah itu.
"Dari situ ibu Dhea minta pertanggungjawaban ke call center (DHL), tapi dapet perlakuan yang sangat tidak menyenangkan," kata Henry.
"(Pihak DHL) Dibilangnya case closed, gimana bisa digituin? Kami korban dan barang hilang 200 juta lebih, Dhea dan keluarga enggak terima dan minta untuk dilakukan upaya hukum," imbuhnya. (Ira Gita Natalia Sembiring/Kompas.com)