Sedangkan yang meninggal karena piroklastika sebanyak 163 jiwa dan yang terluka sebanyak 201 orang.
Selain itu ada 165 orang yang meninggal akibat lahar panas dan 36 yang terluka.
Letusan Gunung Agung pada tahun 1963 terjadi setelah Gunung Agung "tertidur" selama hampir 120 tahun.
Sejarah mencatat, Gunung Agung pernah meletus sebanyak empat kali, yaitu pada 1808, 1821, 1843, dan 1963.
I Gusti Ketut Rai (67), warga yang tinggal di Besakih menceritakan, saat kejadian dia masih berusia 13 tahun.
Ia dan keluarganya tinggal di bawah kaki Gunung Agung.
Sebelum meletus pertama kali, ia sering mendengar suara seperti piring pecah dari arah Gunung Agung.
Belum lagi, dia menyaksikan banyak binatang hutan turun ke pemukiman serta pepohonan yang ada di sekitar lereng gunung terlihat layu.
"Suara seperti piring pecah itu saya dengar sekitar 3 hari sebelum letusan pertama. Selain itu juga gempa naik turun dan besar sekali," katanya kepada Kompas.com, Jumat (29/9/2017).
Ketika jam 3 dini hari dia dan seluruh warga yang tinggal di Besakih keluar rumah setelah mendengar suara dentuman keras dan melihat ada percikan api dari puncak Gunung Agung.
"Jam 6 pagi saat matahari terbit tidak ada cahaya sama sekali. Gelap dan kami mengungsi membawa obor. Asap hitam. Bumi Hitam. Semua gelap. Penuh dengan abu," kata Ketut Rai.
Hal senada diceritakan Jero Mangku Suwenten (75).