Grid.ID - Kekhawatiran Gunung Agung di Bali, akan erupsi, tak hanya menjadi pusat perhatian di Indonesia saja.
Media-media luar negeri, terutama Australia dan Inggris, menjadikan Gunung Agung sebagai bahan pemberitaan.
Maklum, cukup banyak turis dari negara ini yang berlibur ke Bali.
Mereka tentu khawatir dengan kemungkinan Gunung Agung akan meletus.
Pada 1963, erupsi Gunung Agung disebut menelan 1.000 korban jiwa.
Nah, satu berita yang dirilis oleh grup media asal Australia, Fairfax, adalah pandangan dari seorang tetua di Bali, terkait kondisi Gunung Agung saat ini.
Jurnalis dari grup media Fairfax, mewawancarai Jaya, seorang pedanda (pendeta) dari Banjar Muntig, Bali.
Dalam wawancara tersebut, Jaya mengatakan, Gunung Agung marah karena ulah para turis kulit putih.
Menurut Jaya, para turis pendaki gunung tak bersikap santun saat berada di Gunung Agung.
Para turis itu, berhubungan intim di atas gunung.
Ada juga yang mendaki dalam kondisi menstruasi.
"Para pendaki melakukan itu," ujar Jaya.
Meletus Kapan Saja
Sementara itu, para ahli vulkanologi mengatakan Gunung Agung di Bali memiliki kecenderungan lebih besar untuk meletus.
Namun karena setiap gunung memiliki karakteristiknya tersendiri, para peneliti tidak bisa memprediksikan kapan hal tersebut akan terjadi.
Bisa saja meletus tiba-tiba atau tetap berlanjut selama berminggu-minggu pada tingkat aktivitas seismiknya yang mengancam.
Pergerakan lambat dari lempeng tektonik yang membentuk permukaan planet, membawa sejumlah batu besar jauh ke dalam bumi dan kemudian meleleh.
Saat magma cair ini naik, tekanan akan semakin meningkat di dalam ruang tertutup di bawah gunung sampai akhirnya meledak.
Jenis magma yang ada di dalam Gunung Agung menjebak lebih banyak gas, yang berpotensi membuat letusan yang lebih besar.
Kenaikan volume magma inilah yang menyebabkan getaran atau gempa, telah direkam setiap harinya di sekitar gunung.
“Gunung berapi itu membesar, menyebabkan terbentuknya retakan-retakan kecil dan bumi bergetar," kata David Boutelier, seorang ahli geologi dan ahli teknik lempeng tektonik di Universitas Newcastle Australia kepada kantor berita Associated Press. (*)