Laporan wartawan Grid.ID, Aditya Prasanda
Grid.ID - Meninggalnya Choirul Huda menyisakan duka yang dalam.
Kiper Persela Lamongan ini meninggal dunia usai terlibat benturan keras di akhir babak pertama tepatnya pada menit-44, Minggu (15/10/2017) sore.
Insiden benturan itu melibatkan Choirul Huda dan rekan satu timnya, Ramon Rodrigues.
Ketika itu, Huda bermaksud mengamankan bola di depan gawang saat penyerang Semen Padang, Marcel Sacramento dan rekan setim Huda, Ramon Rodrigues berusaha merebut bola di depan gawang Persela.
Akibatnya, Choirul Huda yang dadanya terkena benturan kaki Ramon, tak sadarkan diri dan langsung dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
Sebelum tak sadarkan diri, Choirul Huda sempat merintih kesakitan sambil memegangi bagian dadanya.
Paska meninggalnya Huda, hampir semua media menyiarkan kabar duka kepergian sang kapten Laskar Joko Tingkir.
Video detik-detik terjadinya benturan keras yang menyebabkan Huda meringis kesakitan di lapangan sebelum akhirnya tak sadarkan diri pun viral.
Beriringan dengan itu, tersebar pula video saat Huda berusaha diselamatkan tim medis di rumah sakit.
Terlihat banyak orang mengelilingi Huda yang terkulai dan tak sadarkan diri.
Beberapa orang mencoba merangsang detak jantungnya.
Namun Huda tetap diam tak bergeming.
Huda akhirnya resmi dinyatakan meninggal dunia.
Menurut pihak RSUD dr Soegiri, Lamongan, yakni dr Zaki Mubarok, Huda meninggal akibat mengalami benturan di kepala.
"Choirul Huda disinyalir meninggal karena benturan di kepala dan leher," kata dr Zaki, Minggu (15/10/2017).
"Saat dibawa ke RSUD dr Soegir Lamongan, dia masih bernapas," ucapnya.
Benturan keras itu diduga membuat Choirul Huda mengalami hipoksia.
Apa itu hipoksia?
Berikut rangkuman mengenai hipoksia yang dikutip Grid.ID dari Tribun Jatim:
1. Apa itu hipoksia? Dilansir dari laman AloDokter.com, hipoksia adalah suatu kondisi ketika kadar oksigen dalam darah lebih rendah dari tingkat normal.
Hipoksia bisa merupakan kondisi lanjutan dari hipoksemia, yaitu rendahnya pasokan oksigen pada pembuluh darah bersih (pembuluh arteri).
Hipoksia merupakan kondisi berbahaya. Karena otak, hati, dan organ lainnya, bisa rusak secara cepat ketika tidak mendapat oksigen yang cukup.
2. Penyebab hipoksia Selain berada di ruang atau situasi di mana oksigen tak mencukupi kebutuhan tubuh, terdapat pula sejumlah kondisi yang menjadi pemicu timbulnya hipoksia.
Di antaranya keracunan gas atau zat kimia, rendahnya kadar oksigen, dan gangguan jantung berupa detak melambat cukup parah, dan kontraksi bilik jantung terlalu cepat dan tidak teratur.
Lalu ada, gangguan paru-paru, contohnya penyakit paru obstruktif kronik, bronkitis, emfisema, kanker paru-paru, pneumonia, asma, edema pulmonari, dan sleep apnea.
Kemudian berhenti atau berkurangnya aliran darah menuju organ tertentu, obat-obatan apa pun yang mengganggu atau menghentikan napas, serta anemia, atau kondisi yang merusak sel darah merah.
3. Gejala hipoksia Gejala hipoksia bisa mendadak muncul, cepat memburuk, atau bersifat kronis.
Beberapa gejala hipoksia yang umum terjadi di antaranya: nafas pendek, berkeringat, kulit berubah warna menjadi biru atau keunguan, sesak napas, halusinasi, batuk, dan merasa kelelahan, serta detak jantung berubah cepat.
Dilansir dari Nova.grid.ID, selain gejala tadi, seseorang juga disarankan memeriksakan diri segera ke dokter jika memiliki keluhan.
Di antaranya sesak napas setelah sedikit beraktivitas atau justru saat beristirahat, dan saat olahraga atau aktivitas fisik yang membuat sesak napas lebih buruk.
Juga apabila mengalami gangguan tidur karena sesak napas saat tidur, ini bisa menjadi gejala dari sleep apnea, dan kesulitan napas yang mempengaruhi kemampuan beraktivitas.
Selain itu juga jika sesak napas parah dengan batuk, denyut jantung yang cepat, dan retensi cairan saat seseorang berada di ketinggian.
4. Pengobatan Saat terserang hipoksia, segera cari pertolongan guna mendapatkan oksigen, dan jalani perawatan intensif di rumah sakit untuk menjaga tingkat oksigen dalam darah.
Kadar oksigen dalam darah diketahui lewat pemeriksaan melalui oksimeter pulsa (perangkat medis yang diklip ke jari), atau mengukur langsung pada sampel darah yang diambil dari arteri. (*)